Jakarta | JacindoNews- Dewan Pengurus Pusat GERAKAN PENGAWAL SUPREMASI HUKUM (DPP. GPSH) desak Presiden RI untuk segera copot Menteti ATR /BPN . Pernyataan DPP. GPSH itu menyusul tidak tegasnya sikap dan dukungan Menteri ATR / BPN terhadap keinginan Presiden RI Jokowi untuk memberantas ulah garong garong mafia tanah.
“Jauh sebelum Presiden serukan jajarannya segera akukan berantas mafia tanah di tanah air maka GPSH telah duluan berteriak tentang kronisnya ulah mafia tanah ini. Oleh karena itu disetiap kesempatan kami selalu nyatakan dukung seruan Presiden untuk berantas mafia tanah. Tapi pada kenyataannya Kementrian ATR / BPN yang diharapkan jadi garda terdepan loyo dan tidak tegas bahkan cenderung sikapnya malah seperti mengalah pada mafia tanah. Oleh karena itu GPSH menduga jangan jangan justru di Kementrian inilah jadi markas besarnya mafia tanah, ” tegas H.M.Ismail, SH, MH, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Gerakan Pengawal Supremasi Hukum (DPP. GPSH) menjawab pertanyaan wartawan usai serahkan Surat Permohonan perlindungan hukum kepada LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI dan KORBAN (LPSK) di Ciracas, Jakarta Timur Senin (29/11/2021).
Menurut H.M.Ismail DPP. GPSH tidak akan kirim surat Laporan dan Permohonan ke LPSK jika korban korban penggarongan mafia tanah ini ditangani dengan baik. Yang ada malahan korban mafia tanah malah jadi stres, jadi tertekan bahkan para korban mafia tanah dikriminalisasi aparat. Hal itu terjadi akibat sikap dan kebijaksanaan Kementrian ATR / BPN tidak tegas.
Dari 161 kasus korban garong garong mafia tanah ysng masuk ke DPP. GPSH maka Ismail berkesimpulan bahwa biang keladi maraknya ulah garong garong mafia tanah akibat diterbitkannya Sertipikat atas tanah dari Instansi BPN, meskipun dalam proses keluarnya sertipikat tersebut banysk yang tidak nasuk akal. Seharusnys Mentri ATR /BPN lebih gesit, lebih lincah, lebih genit dan tegas pda garong garong mafia tanah ini. Apalagi kepada oknum oknum anak buahnya yang terlibat sangsinya jangan hanya dipindahkan atau dipecat saja, tapi juga harus diproses secara hukum.
Ismail beri contoh Kasus Tanah SHM No.60 / Rawaterate, Jakarta Timur milik Alm.Budi Suyono telah diterbitkan oleh BPN lebih dari 20 tahun dan sudah keluar putusan tetap (incracht) dari Mahkamah Agung yang menguatkan putusan PTUN Jakarta terhadap Perkara No. 107/G/2018/PTUN-JKT, tertanggal 3 Oktober 2018 tapi pada kenyataannya BPN sendiri tidak mau batalkan sertifikat Aspal SHGB No.755 dan SHGB No.747 di atas tanah milik Alm.Budi Suyono. Karena dikriiminalisasi beberapa bulan lalu Budi Suyono meninggal. Teror dan tekananpun kini beralih ke keluarga Almarhum karena beberapa kali didatangi oleh orang yang mengaku Polisi.
Begitupun kasus tanah milik Darussalam seluas 5 hektar di Provinsi Jambi yang sudah 40 tahun bersertipikat atas namanya tiba tiba saja berubah menjadi nama seorang wanita dan menjualnya ke pihak lain. Berubah nama kepemilikan ini jelas melibatkan pihak Notaris dan pihak Kantor Pertanahan setempat. Anehnya, lagi lagi pihak Kantor Pertanahan tidak mau batalkan balik nama yang tidak sah itu. Karena sampai saat ini pihak Darussalam tidak pernah menjual atau melepas ke pihak manapun.
Demikian juga kasus tanah Taufiq di Jawa Timur. Dia tidak pernah menjual atau melepas tanah atas namanya. Tapi tiba tiba saja dia digugat oleh pihak lain yang menyebutkan bahwa Taufiq telah menyerobot dan menjual tanah milik penggugat. Tentu ini lebih aneh lagi seseorang digugat oleh orang lain menyerobot dan menjual tanahnya sendiri. Bagaimana bisa dituduh menjual karena dia sendiri tidak pernah nenjual tanahnya kepada siapapun. (**).
** H M.Ismail, SH, MH :
E-mail : ismaillawfirm09@gmail.com.