PAPUA | Jacindonews – Pada hari Sabtu, (16/04/2022), Majelis Rakyat Papua atau MRP meminta rencana pemekaran atau pembentukan daerah otonom baru (DOB) di Papua ditunda.Wakil Ketua MRP Yoel Luiz Mulait dalam keterangannya, aspirasi ini disampaikan MRP untuk Presiden Joko Widodo melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud Md. Saat ini banyak masyarakat asli Papua yang menyatakan penolakan terhadap rencana tersebut.
“Sebagian besar menolak pemekaran atau pembentukan daerah otonom baru (DOB) karena dilakukan dengan pendekatan sentralistik yang mengacu pada ketentuan yang baru, yaitu Pasal 76 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Otsus Papua,” ujar Wakil Ketua MRP Yoel Luiz Mulait dalam keterangannya, Sabtu, (16/04/ 2022) seperti dilansir melalui berita nasional.tempo.co.
Dalam hal ini, Yoel menjelaskan, bahwa pihaknya menyayangkan langkah Komisi II DPR RI yang dinilainya terburu-buru mendorong pemekaran wilayah Papua.
“Badan Legislasi DPR RI secara cepat menyetujui tiga RUU DOB pada 6 April 2022, lalu kurang dari sepekan kemudian atau tepatnya pada 12 April 2022, RUU tersebut disetujui dalam Rapat Paripurna DPR RI menjadi RUU usul inisiatif DPR, ” ungkap Yoel.
Namun pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh Wakil Ketua MRP Yoel Luiz Mulait tidak sependapat dengan salah satu anggota MRP, ibu Dorince Mehue. Ia mengatakan bahwa suara Yoel tidak mutlak mewakili aspirasi masyarakat Papua.
“MRP tidak bisa diatasnamakan oleh dua orang ini (Yoel-red), karena kami diutus oleh wilayah adat masing-masing. Jadi apa yang Yoel mulai bicara tidak representatif dan tidak atas nama lembaga dan tidak lewat mekanisme,” pungkas Dorince Mehue kepada media melalui pesan singkat WhatsApp, Senin (18/04/2022).
“Harapan rakyat Papua tidak di kaburkan lagi oleh pimpinan lembaga dan elit pejabat lainnya di Papua. Rakyat sengsara dan elit hanya pikir diri sendiri.”
“Saya sedih menyaksikan permainan terselubung mengatasnamakan lembaga dan pusat akhirnya buka ruang dan terima yang jadi pengkhianat negara. Saya sedih saja. Selama merespon surat MRP yang tidak ada putusan pleno.”
“Saya Dorince Mehue tetap berpihak dan berdiri di atas kebenaran dan jeritan rakyat. Tetap konsisten sebagai anak adat yang bertanggungjawab, ” ujarnya menutup percakapan.
Ibu Dorince menambahkan bahwa regulasi yang diperdebatkan adalah tetang undang-undang Otsus. “Menurut pendapat saya adalah ranahnya atau kewenangan pusat, jadi saran dari masyarakat akar rumput yang representatif adalah MRP yang sudah diundang tapi tidak direspon oleh lembaga.”
“Jadi keputusan apapun yang dikeluarkan oleh pimpinan harus diplenokan apalagi masalah yang dibawah oleh pimpinan ke Jakarta. Harapan saya kepada pemerintah pusat agar perhatikan hal-hal yang sifatnya sudah baku misalnya wilayah adat di Papua.”
“Mohon agar ditinjau kembali masalah wilayah adat,” ujarnya.
Dorince juga menjelaskan bahwa surat pernyataan sikap MRP yang katanya mewakili ini tidak lewat mekanisme lembaga dan tidak diplenokan, ilegal dan sifatnya provokatif. Dirinya juga menyayangkan sikap Pemerintah Pusat agar jangan membongkar wilayah adat dipapua tanpa terlebih dahulu melibatkan banyak pihak dari tokoh-tokoh adat Papua (JN).