JAKARTA | JacindoNews – Memasuki hari-hari terakhir di tahun 2023 ini, perlu ada refleksi mengenai apa yang sudah dilakukan sepanjang 2023 dan bagaimana rencana kedepannya memasuki 2024.

Pengelolaan keberagaman dan pemenuhan hak asasi warga negara di Indonesia, memang membutuhkan upaya serius dan berkelanjutan di tengah beragam tantangan aktualnya.

Hal inilah yang dibahas dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2023 yang diselenggarakan oleh bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) Persekutuan Gereja-gereja Di Indonesia atau PGI. Acara berlangsung pada hari Kamis (28/12/2023), dimulai pukul 09.00 hingga 13.39 WIB, bertempat di Aula Lantai 3, Grha Oikoumene PGI, Jln. Salemba Raya 10, Jakarta Pusat.

Acara refleksi tersebut mengundang para perwakilan dari kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Juga dalam acara tersebut, juga dari KKC PGI meluncurkan film pendek dengan judul “Tuhan Apakah Kau Serumit Itu?”.

Dalam Film pendek tersebut, menceritakan sekilas mengenai persahabatan dua orang yang berbeda keyakinan, namun salam perjalanan persahabatan mereka, harus terbentur oleh dogmasi keagamaan yang hanya mengedepankan kebenaran dari masing-masing agama dari pihak keluarga mereka masing-masing.

Setelah pemutaran Film pendek tersebut, dari Bidang KKC-PGI, Pdt. Jimmy M.I. Sormin (Sekretaris Eksekutif), mengatakan bahwa dari penelitian dari PGI, dari survey ke gen Z dan Millenial, dalam memandang ketuhanan dan kehidupan beragama mereka memiliki sikap yang dinamis.

“Anak muda saat ini juga lebih mengetahui kehidupan dalam digital, maka terjadi memudahkan dan mengenal identitas keagamaan orang lain. Juga melalui survei, anak muda gen Z dan Millenial tinggal sensitif nya meningkat mengenai intoleransi agama, bahkan umat beragama lainnya. Mereka bisa bereaksi emosi jika ada sikap intoleran dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.

Kemudian Jimmy menambahkan,”Anak-anak generasi sekarang ini juga perlu difasilitasi mengenai isu perbedaan beragama. Dengan situasi yang menjadikan berbeda dengan generasi pendahulu nya. Melalui kemajuan jaman ini, apakah masih bisa ada pengkotak-kotakan ruang sempit dan sekat-sekat  dalam hal kehidupan beragama? Juga melalui survey, banyak anak muda bahkan sampai bisa memiliki pandangan “lebih baik ber Tuhan daripada beragama.”

“Sekarang pilihan nya adalah kita ingin beradaptasi dengan keadaan saat ini atau membiarkan pengkotak-kotakan kehidupan beragama sehingga menjadi sempit? Perlu kita sikapi dan kritisi bersama,” jelasnya.

Sedangkan Sutradara dari film tersebut, Lampian Simorangkir menjelaskan mengenai film tersebut.”Memang film ini mengangkat isu yang sedikit sensitif. Ketika dalam komunitas kami, perbedaan beragama bisa cair bahkan sampai tidak lagi melihat perbedaan.”

“Anak-anak muda ini belum bisa mengungkapkan bagaimana mengenai kehidupan beragama. Karena kadang generasi mereka kadang sering mendapat perlakuan mengenai fanatisme yang berlebih, sehingga mengganjal untuk kehidupan beragama bagi generasi muda saat ini, ” ujarnya.

“Juga untuk dalam dialog juga dalam pembuatan film ini harus hati-hati dan juga tidak menyinggung pihak lainnya. Untuk menjangkau anak muda, mari kita gunakan media yang bisa mendekati anak muda, yaitu melalui audio visual. Perlu kita dengarkan suara anak muda saat ini. Diharapkan melalui film pendek ini, bisa menekankan agar tidak ada sikap intoleran dalam kehidupan beragama,” katanya.

 

Relfeksi Akhir Tahun 2023 Dari Kelompok-kelompok Yang Terpinggirkan

Dalam acara Refleksi tersebut, menampilkan beberapa narasumber, antara lain, Yendra (Komunitas Keagamaan Ahmadiyah), Engkus Ruswana (Komunitas Penghayat/Masyarakat Adat), Aan S. Rianto (Sematha), Yakkum (Kelompok Disabilitas), Ronald Tapilatu (Mengenai Pengungsi di Papua), Dewi Kanti secara online zoom (Perempuan dan Anak), Andreas Harsono (KBB di Sekolah).

Yendra dari Komunitas Keagamaan: Ahmadiyah, menjelaskan, “Tahun 2023, isu yang diangkat adalah perang Israel Palestina dan isu capres tahun politik. Memang tahun ini tidak muncul isu identitas beragama. Diharapkan dengan tidak muncul nya isu identitas agama ini, disertai dengan tindakan untuk menjaga kebebasan beragama. Moderasi beragama yang dikeluarkan pemerintah, menekankan pemenuhan hak dan kebebasan dalam menjalankan penyelenggaraan ibadah. Kondisi ini tidak semuanya kita bertumpu kepada pemerintah, juga dari kita sendiri. Kita harus membumikan toleransi beragama comment sense. Diharapkan juga bisa mengangkat isu lainnya, melalui media sosial, sehingga bisa diterima segala pihak,” ujarnya.

Ronald Tapilatu (dari perwakilan Pengungsi di Papua), “Sepanjang tahun 2023, masih saja eskalasi kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua. Masih ada kontak bersenjata antara KKB dan TNI-Polri. Ada aksi kekerasan, perlu ada pendekatan keamanan yang bisa menyelesaikan masalah ini. Wilayah konflik jadi semakin luas.

Dampak pendekatan keamanan, secara framing, bisa saja menjadi konflik antar etnis. Pendekatan di Papua harus tanpa kekerasan. Ada banyak dampak yang terjadi akibat konflik antara lain kekerasan terhadap para pengungsi akibat wilayah nya menjadi lokasi perseturuan atau konflik. Ribuan anak tidak dapat lagi akses pendidikan ketika wilayah mereka terkenan dampak konflik kekerasan. Harus ada juga perhatian bagi masyarakat asli Papua, agar bisa merasakan pembangunan di Papua,” pungkasnya.

Sedangkan dari KBB di Sekolah yang diwakilkan oleh Andreas Harsono, mengatakan, “Masih ada diskriminasi dalam hal penyelenggaraan pendidikan. Bahkan beberapa daerah menerapkan peraturan secara sepihak, sehingga tidak menguntungkan masyarakat yang minoritas. Memaksakan anak dan perempuan untuk menjalankan peraturan secara sepihak, contohnya saja seperti pemaksaan dalam hal berbusana dan seragam, tentunya sangat intoleran dalam hal kehidupan kebebasan beragama.

Peraturan daerah yang sepihak mengenai hal berpakaian, tidak sesuai dengan hak asasi anak dan perempuan. Pemerintah Indonesia perlu menegakkan aturan baru dalam hal penerapan pemaksaan berpakaian hijab. Komnas Perempuan mencatat adanya tidak toleransi dalam hal berpakaian yang hanya sepihak memakai peraturan berpakaian seperti keharusan berhijab. Oleh karena itu harus netralitas yang harus dilakukan segera mungkin oleh pemerintah Indonesia dalam menerapkan peraturan mengenai kebebasan kehidupan beragama di Indonesia, terutama difokuskan kepada anak-anak dan perempuan, ” ujarnya.

Dengan kegiatan ini diharapkan PGI dan para perwakilan dimaksud dapat menyampaikan kepada publik dan pemerintah hal-hal krusial yang telah terjadi di tahun 2023, dan harapan yang dapat diupayakan bersama di tahun 2024 mendatang.

Tujuan dari acara tersebut antara lain:
1. Meluncurkan dan mendiskusikan film pendek terbaru dari bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) PGI.
2. Memfasilitasi refleksi akhir tahun terkait kelompok minoritas dan rentan di masyarakat Indonesia.
3. Menyampaikan kepada publik dan pemerintah refleksi akhir tahun yang bersifat evaluatif dan harapannya ke depan.

(JN).

By Admin

error: Content is protected !!