JAKARTA | JacindoNews -Paus Leo XIV terpilih pada hari Kamis (08/05/2025) waktu setempat dengan ditandai dengan membubung nya asap putih dari tempat gereja Katolik Roma Vatikan menandakan telah terpilih nya Paus baru.
Semua umat Katolik Roma di seluruh dunia menyambut pemimpin baru Katolik Roma tersebut. Berbagai harapan tentunya dipanjatkan dari kepemimpinan Paus Leo XIV sebagai pemimpin tertinggi Umat Katolik Roma saat ini.
Umat Katolik di Indonesia juga menyambut atas kepemimpinan baru Paus Leo XIV. Baik dari umat, tokoh maupun keorganisasian dari umat Katolik sangat menaruh harapan besar ke depan atas kepemimpinan Paus yang baru saat ini.
Salah satu Dewan Pakar Pengurus Pusat Pemuda Katolik di Indonesia, Dr. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa memberikan apresiasi atas terpilih nya Paus Leo XIV sebagai pemimpin tertinggi umat Katolik Roma di seluruh dunia. Berikut ungkapannya kepada media, Jumat (09/05/2025).
Terpilihnya Paus Leo XIV sebagai pemimpin baru Gereja Katolik Roma pada Kamis, 8 Mei 2025, mencerminkan harapan besar umat Katolik dan masyarakat dunia terhadap arah baru kepemimpinan spiritual global. Terpilihnya Kardinal Robert Francis Prevost sebagai Paus Leo XIV membawa angin segar karena ia dikenal sebagai sosok yang dekat dengan umat, berani menyuarakan keadilan sosial, dan memiliki rekam jejak pelayanan yang membumi. Nama “Leo” yang ia pilih menunjukkan komitmennya melanjutkan semangat Paus Leo XIII dalam memperjuangkan hak-hak buruh dan martabat manusia di tengah tantangan zaman.
Kehadiran Paus Leo XIV juga menjadi simbol penting di tengah dunia yang mengalami fragmentasi sosial, ketimpangan ekonomi, dan krisis ekologis. Ia diharapkan dapat menjadi suara kenabian yang tidak hanya memimpin umat Katolik secara rohani, tetapi juga menjadi pembawa pesan damai, dialog lintas iman, dan pembela kaum marjinal. Kiprahnya sebagai misionaris, pemimpin ordo religius, dan uskup di kawasan miskin menunjukkan bahwa ia memahami penderitaan umat secara langsung, bukan hanya secara doktrinal.
Dengan latar belakang sebagai warga negara Amerika Serikat, namun dengan pengalaman pelayanan internasional yang luas, Paus Leo XIV memiliki posisi strategis untuk menjembatani dunia yang terpecah antara kepentingan geopolitik dan nilai-nilai kemanusiaan universal. Ia diharapkan mampu membawa Gereja Katolik lebih terbuka, inklusif, dan responsif terhadap isu-isu kontemporer seperti hak digital, krisis iklim, dan peran perempuan dalam Gereja.
Paus Leo XIV membawa harapan, bukan hanya untuk Gereja, tetapi juga bagi seluruh umat manusia. Dalam dunia yang semakin sering dilanda gejolak, kepemimpinan moral yang berpihak pada cinta kasih, keadilan, dan keberpihakan pada yang lemah sangat dibutuhkan. Semoga Paus Leo XIV mampu menjadi motor transformasi Gereja yang relevan, membumi, dan sungguh hadir bagi dunia yang terluka.
Paus Leo XIV, yang terpilih pada 8 Mei 2025 sebagai pemimpin baru Gereja Katolik Roma, menghadapi tantangan besar di tengah dunia yang sedang bergejolak secara politik, ekonomi, dan sosial. Di luar seremoni spiritual, pemilihan Paus merupakan momentum sejarah yang selalu menjadi sorotan, karena Gereja Katolik bukan hanya komunitas iman, tetapi juga aktor moral global.
Situasi dunia yang terpolarisasi secara ideologis, munculnya ekstremisme politik, dan meningkatnya ketegangan identitas menjadikan rekonsiliasi sosial sebagai tugas mendesak. Paus Leo XIV diharapkan mampu menjadi jembatan dialog lintas iman dan budaya, yang tidak hanya berbicara dalam wacana etis, tetapi hadir dalam bentuk diplomasi rohani dan praksis perdamaian. Gereja Katolik memiliki modal sejarah yang kuat dalam memainkan peran ini, dan Paus baru dipanggil untuk meneruskannya dalam cara yang sesuai dengan konteks abad ke-21.
Di tengah era digital dan post-truth, ketika kebenaran sering dikaburkan oleh manipulasi informasi, Gereja Katolik ditantang untuk menyampaikan pesan-pesan iman secara jernih, relevan, dan membebaskan.
Paus Leo XIV harus mampu membangun strategi komunikasi yang menghidupi semangat inkarnasi: menjadikan Sabda Allah hadir di dalam dinamika zaman. Dunia menanti Gereja yang bukan hanya berbicara, tetapi berjalan bersama umat manusia—dalam terang, dalam luka, dan dalam harapan. Maka, pekerjaan rumah Paus Leo XIV adalah menjadikan Gereja bukan sekadar penjaga warisan rohani, tetapi motor transformasi moral dan sosial yang nyata bagi dunia.
Pemimpin baru umat Katolik Roma, Paus Leo XIV, menghadapi tugas penting dalam merespons dinamika kehidupan para pemuda Katolik di seluruh dunia. Peran strategis Paus dalam melihat dan merangkul kaum muda tidak hanya berkaitan dengan keberlanjutan Gereja sebagai institusi spiritual, tetapi juga menyangkut masa depan moral dan sosial umat manusia yang tengah bertransformasi dalam berbagai bidang—teknologi, budaya, politik, dan ekonomi.
Pemuda merupakan subjek sekaligus agen perubahan yang tak dapat diabaikan, dan oleh karena itu kepemimpinan Paus harus menjangkau mereka secara visioner, empatik, dan partisipatif. Dunia saat ini tengah berada dalam kondisi yang penuh ambiguitas moral dan kegelisahan eksistensial, terutama di kalangan generasi muda. Mereka menghadapi krisis makna hidup di tengah arus konsumtivisme, individualisme, dan polarisasi ideologis yang masif.
Gereja harus tampil sebagai rumah yang ramah bagi kaum muda—sebuah tempat yang bukan hanya memberi doktrin, tetapi mendengarkan pertanyaan-pertanyaan kritis yang muncul dari pengalaman hidup mereka. Paus baru perlu memperkuat pendekatan pastoral yang berbasis kedekatan, keteladanan, dan keberanian untuk berdialog dengan realitas yang sedang berkembang.
Paus Leo XIV juga harus mendorong inovasi dalam pendidikan iman yang tidak hanya berkutat pada dogma, tetapi membangun kesadaran kritis, spiritualitas yang kontekstual, dan tanggung jawab sosial. Pendidikan iman yang transformatif akan membantu generasi muda Katolik untuk menjadi murid Kristus yang mampu menghadirkan nilai-nilai Injil dalam realitas dunia kerja, politik, lingkungan, dan budaya populer. Gereja perlu hadir di ruang digital, media sosial, dan komunitas-komunitas kreatif di mana kaum muda berekspresi, dengan semangat dialog dan evangelisasi yang bersahabat, bukan menghakimi.
Dengan demikian, peran Paus Leo XIV terhadap kehidupan para pemuda Katolik dunia bukan sekadar menjadi simbol moralitas atau pengajar iman, tetapi menjadi gembala global yang mampu memahami kegelisahan eksistensial mereka, menyapa dengan empati, membimbing dengan kebijaksanaan, dan menginspirasi dengan tindakan nyata. Dunia sedang berubah, dan Gereja yang mampu hidup bersama kaum muda dalam perubahan itulah yang akan bertahan dan memberi harapan.
Ketika menjelaskan apa dampak positif dari terpilih nya Paus Leo XIV bagi para pemuda, khusus organisasi pemuda Katolik di Indonesia, Marcellus Hakeng Jayawibawa menjelaskan bahwa terpilihnya Paus Leo XIV sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma membuka harapan baru bagi para pemuda Katolik, termasuk bagi organisasi-organisasi pemuda Katolik di Indonesia. Dampak positif dari kepemimpinannya dapat dimaknai tidak hanya dari sisi spiritual dan moral, tetapi juga dalam konteks penguatan partisipasi generasi muda dalam kehidupan sosial-eklesial yang lebih luas.
Dalam lanskap dunia yang kompleks dan penuh tantangan, kehadiran seorang Paus dengan latar belakang pastoral yang kuat, sensitivitas sosial yang tinggi, dan rekam jejak inklusif seperti Paus Leo XIV dapat menjadi sumber inspirasi dan energi baru bagi gerakan pemuda Katolik di tanah air. Antara secara teologis dan spiritual, Paus Leo XIV membawa narasi kepemimpinan yang membumi dan dekat dengan realitas kaum muda.
Sebagai mantan misionaris dan pemimpin ordo religius yang banyak bersentuhan langsung dengan komunitas akar rumput, Paus Leo XIV merepresentasikan model kepemimpinan yang melayani, bukan memerintah.
Hal ini dapat menjadi titik tolak baru bagi organisasi pemuda Katolik di Indonesia, maupun komunitas-komunitas basis lainnya—untuk mengembangkan kepemimpinan yang berbasis spiritualitas pelayanan, bukan kekuasaan, serta lebih berorientasi pada transformasi sosial.
Lalu secara sosial dan pastoral, semangat reformasi yang diemban oleh Paus Leo XIV, termasuk keterbukaan terhadap partisipasi kaum muda dan perempuan dalam struktur Gereja, bisa menjadi dorongan bagi organisasi pemuda Katolik di Indonesia untuk mendorong pembaruan internal. Dalam konteks ini, organisasi kepemudaan Katolik memiliki peluang untuk merumuskan ulang misinya agar lebih selaras dengan ajaran sosial Gereja dan kebutuhan konkret masyarakat—seperti isu lingkungan, ketimpangan sosial, krisis moral, dan transformasi digital.
Kemudian secara kultural dan identitas, terpilihnya Paus dari kawasan Amerika—dengan latar pengalaman lintas budaya dan keberpihakan pada kaum miskin—dapat memperkaya perspektif kaum muda Katolik Indonesia yang hidup dalam keragaman etnis, budaya, dan agama. Semangat Paus Leo XIV yang pluralis dan transnasional akan memperkuat keyakinan pemuda Katolik Indonesia bahwa menjadi Katolik tidak berarti eksklusif, tetapi justru terbuka, inklusif, dan dialogis.
Ini sejalan dengan semangat kebangsaan Indonesia yang menekankan toleransi dan persatuan dalam keberagaman. Oleh karenanya, organisasi pemuda Katolik dapat lebih percaya diri mengambil peran strategis sebagai jembatan dialog antariman dan promotor etika publik di masyarakat.
Dan secara moral dan inspiratif, gaya kepemimpinan Paus Leo XIV yang bersahaja dan berani dalam menanggapi isu-isu kontemporer memberi teladan konkret tentang bagaimana menjadi pemimpin Katolik di era ketidakpastian. Di tengah krisis kepercayaan terhadap institusi dan figur publik, keteladanan Paus Leo XIV memberikan acuan nilai bagi kaum muda Katolik untuk mengembangkan karakter kepemimpinan yang integratif, profetik, dan berdasar pada prinsip-prinsip Injil.
“Bagi kami, Harapan organisasi pemuda Katolik dan kaum muda Katolik di Indonesia terhadap kepemimpinan Paus Leo XIV ke depan memiliki dimensi teologis, sosial, dan kultural yang luas. Sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma, peran Paus sangat strategis dalam memberi arah moral, spiritual, dan sosial terhadap umat Katolik sedunia, termasuk Indonesia—sebuah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, namun juga memiliki keanekaragaman agama yang tinggi dan konstitusi yang menjamin kebebasan beragama.
Dalam konteks ini, harapan dari pemuda Katolik di Indonesia terhadap Paus Leo XIV mencerminkan keinginan akan kepemimpinan Gereja yang bukan hanya kuat secara doktrinal, tetapi juga relevan secara historis dan kontekstual terhadap tantangan zaman. Maka secara teologis dan spiritual, kaum muda Katolik Indonesia berharap agar Paus Leo XIV terus mengarusutamakan tema-tema spiritualitas yang dekat dengan kehidupan sehari-hari generasi muda.
Dari sisi kultural dan relasi antaragama, kaum muda Katolik Indonesia berharap agar Paus Leo XIV menjadi suara yang konsisten dalam memperjuangkan dialog antaragama, toleransi, dan penghormatan terhadap pluralitas. Indonesia adalah miniatur dunia dalam keragamannya, dan kehidupan beragama di Indonesia sering kali menjadi barometer keberhasilan koeksistensi damai antarumat.
Dalam hal ini, suara moral Paus sangat dinantikan dalam mendorong Gereja-gereja lokal—termasuk di Indonesia—untuk menjadi lebih terbuka terhadap kerja sama lintas iman dalam menangani isu-isu bersama seperti kemiskinan, krisis iklim, kekerasan berbasis agama, serta radikalisme. Dukungan dan dorongan dari Paus Leo XIV akan memperkuat posisi Gereja Katolik Indonesia sebagai mitra strategis dalam pembangunan nasional berbasis nilai-nilai kemanusiaan universal, ” pungkasnya. (Ril/).