Jakarta | Jacindonews – Forum Pemberdayaan Tumbuhan Satwa Liar (TSL) Indonesia meminta Presiden Jokowi untuk segera menengahi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian LHK dan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) dalam dualisme kewenangan tata kelola ikan arwana (Scleropages formosus) di Indonesia setahun terakhir. Konflik kewenangan yang terjadi telah menyebabkan tidak adanya otoritas yang secara penuh membantu menyelesaikan hambatan usaha penangkaran arwana yang terjadi dalam dua tahun terakhir di awal pandemi Covid-19 merebak.

“Diduga terjadi dualisme kewenangan antara KLHK dan KKP dalam perebutan management authority tata niaga ikan arwana. Kondisi ini memperburuk nasib pelaku usaha penangkaran ikan arwana, khususnya yang berorientasi ekspor,” kata Koordinator Forum TSL Indonesia, Raya Desmawanto MSi lewat keterangan tertulis kepada media, Kamis (23/12/2021).

Menurut Raya Desmawanto, hingga kini tidak ada titik temu yang bisa menjembatani perbedaan kepentingan antara KLHK dan KKP dalam kewenangan berkaitan dengan ikan arwana. Kedua kementerian merasa memiliki kewenangan yang sama dan mengeluarkan kebijakan masing-masing yang justru membuat kebingungan serta kerumitan baru bagi pelaku usaha penangkaran arwana.

“Alih-alih mengurusi hambatan ekspor yang terjadi setelah Tiongkok menutup pintu ekspor arwana dari Indonesia, kedua kementerian dinilai berkutat pada perebutan kewenangan. Ini sebenarnya bukan tontotan yang menarik, justru membuat citra pemerintah menjadi buruk. Saling berebut kewenangan dan merasa paling berwenang, tapi persoalan yang dihadapi pelaku usaha tidak diselesaikan,” tegas Raya yang merupakan Ketua Umum Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI-Rumah Nawacita) ini.

Oleh karena itu, Forum TSL Indonesia meminta agar Presiden Jokowi atau melalui pejabat negara yang ditunjuk dapat menengahi dualisme kewenangan yang terjadi antara KLHK dengan KKP.

“Kami rasa, Presiden sebagai pemimpin kabinet perlu dan sesegera mungkin dapat menengahi anak buahnya yang diduga terlibat konflik kewenangan. Segera dudukkan masalah dan ambil solusi, agar kementerian yang ditetapkan memiliki otoritas tata kelola ikan arwana ini bisa segera membantu masalah yang dihadapi pelaku usaha ekspor ikan arwana,” tegas Raya.

Raya menilai proses transisi pengalihan kewenangan (management authority) ikan arwana dari KLHK ke KKP yang berada dibawah koordinasi Kementerian Maritim Investasi (Menko Marves) tidak berjalan dengan mulus (smooth). Justru sebaliknya memunculkan keriuhan dan tarik menarik kepentingan.
Transisi management authority (MA) CITES dinilai Raya masih dipahami secara berbeda dan terkesan belum dapat diterima semua pihak.

Soalnya, markas sekretariat internasional CITES di Swiss masih mengakui KLHK sebagai MA CITES, sebagaimana sudah lazim sejak puluhan tahun silam. Sementara, kebijakan pemerintah Indonesia yang mengalihkan MA CITES khususnya spesies ikan (perairan) ke Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) juga mendapat dukungan dari kalangan pelaku usaha.

“Pada prinsipnya, apapun keputusan pemerintah soal MA CITES ini akan didukung oleh pelaku usaha dengan syarat adanya peningkatan kualitas layanan yang lebih efektif dan efisien. Pelaku usaha tidak berada di ranah konflik kewenangan antara KLHK dengan KKP tersebut, karena itu ranah kekuasaan pemerintah. Tapi, pelaku usaha meminta pemerintah segera menuntaskan dualisme itu,” tegas Raya.

Raya menegaskan, jikapun KKP secara penuh sudah diakui sebagai MA CITES spesies ikan, maka diminta kepada KKP untuk segera melakukan langkah-langkah penyelamatan usaha penangkaran ikan arwana di Indonesia. Soalnya, sejak ditutupnya pintu ekspor oleh Tiongkok, kegiatan pengiriman ikan ke luar negeri mengalami gejolak serius. Dikhawatirkan kondisi ini menyebabkan terjadinya aksi penyelundupan ikan arwana lewat sejumlah negara transit untuk dapat masuk ke Tiongkok.

“Dalam kondisi ini diperlukan kehadiran negara melakukan lobi intensif ke pemerintah Tiongkok bahwa tidak ada masalah yang serius dengan ikan arwana asal Indonesia yang sudah tersertifikat CITES. Namun disayangkan, hingga kini tidak ada kementerian yang serius untuk membicarakannya dengan pemerintah Tiongkok. Alhasil, kondisi pelaku usaha makin terpuruk dan terancam gulung tikar. Negara harus hadir,” pungkas Raya.

Saat ini, dua regulasi baru telah ditetapkan berhubungan dengan peralihan MA CITES ke KKP. Yakni Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku Pada KKP. Juga Keputusan Menteri KKP nomor 1 tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang Dilindungi.

Konsekuensinya dengan kedua aturan tersebut KKP kini menerbitkan Surat Angkut Jenis Ikan Luar negeri (SAJI-LN) dan juga memungut PNBP dari pengiriman ikan arwana.


Pada sisi lain, kewenangan KLHK untuk menerbitkan Surat Angkut Tanaman dan Satwa-Luar Negeri (SATS-LN) juga belum dicabut. Termasuk kewenangan dalam memungut PNBP oleh KLHK dari ikan arwana. (*)

*Koordinator Forum TSL Indonesia, Raya Desmawanto, M.Si.

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *