JAKARTA, Jacindonews – Aliansi Selamatkan Indonesia (ASELI) berencana akan menggelar Aksi Bela Islam didepan Instana Jum’at 11 Maret 2022.
Hal tersebut dibenarkan oleh penggagas sekaligus ketua presidium Aliansi Selamatkan Indonesia (ASELI) Jalih Pitoeng.
Jalih Pitoeng menyampaikan dalam keterangan tertulisnya bahwa aksi tersebut merupakan aksi bersatunya rakyat dan umat.
“Aksi 11 Maret didepan istana merupakan aksi bersatunya Rakyat dan Ummat. Dan itu sudah saya sampaikan diatas mobil komando saat menyampaikan orasi pada aksi di Kemenag Jum’at lalu ungkap Jalih Pitoeng, Senin (07/03/2022).
“Dan saya selalu berusaha untuk konsisten dan konsekwen terhadap apa yang saya sampaikan dan saya lakukan dalam sebuah konsep perjuangan rakyat dan ummat” tegas Jalih Pitoeng.
Menurut Jalih Pitoeng Aksi yang akan digelar 11 Maret tersebut merupakan akumulasi dari berbagai kekecewaan rakyat dan umat.
“Akumulasi kekecewaan rakyat dan umat akan ditumpahkan dalam aksi unjuk rasa besok. Terutama umat islam yang sangat terluka dengan ucapan menteri agama Yaqut Cholil Qoumas yang menganalogikan suara azan dengan gonggongan anjing” sambung Jalih Pitoeng menjelaskan.
Ketua umum Dewan Persaudaraan Relawan dan Rakyat Indonesia (DPR RI) ini juga mengingatkan kita semua agar tidak menjadi bangsa pelupa.
“Namun kita juga jangan jadi ‘Bangsa Pelupa’. Banyak persoalan bangsa yang lainnya. Seperti dugaan korupsi Ghibran dan Kaesang, Penolakan IKN dan perselingkuhan sekaligus penghianatan terhadap undang-undang dimana beberapa partai politik yang mewacanakan penundaan pemilu” Jalih Pitoeng tegas mengingatkan.
“Dan ini sebuah penghianatan yang besar dan sangat jahat. Baik terhadap konstitusi maupun terhadap konstituent dimana rakyat telah mengamanatkan suaranya dari bilik TPS” sambung Jalih Pitoeng.
Jalih Pitoeng juga menyampaikan sikapnya yang sangat bijaksana terhadap pihak-pihak yang tidak sependapat dan justru membela Yaqut.
“Didalam alam demokrasi, saya sangat menghargai perbedaan pandangan tentang kasus ini” imbuh Jalih Pitoeng.
“Namun perlu digaris bawahi bahwa persoalannya bukan hanya sebatas Surat Edaran No. 5 tahun 2022 yang dikeluarkan oleh kementerian agama” sambungnya lagi.
“Ini soal penggunaan diksi dan kebodohan atau memang kesengajaan dalam menyusun narasi. Diksi dan narasi yang tak pantas terlontar dari seorang menteri bahkan menteri agama” sesal Jalih Pitoeng.
“Untuk itu kita meminta kepada Kapolri untuk menghentikan kegaduhan ini yaitu dengan cara mengambil tindakan yang tegas secara yuridis sebagai negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan keadilan” pinta Jalih Pitoeng.
Jalih Pitoeng bahkan melihat persoalan dan fenomena kegaduhan Yaqut jauh lebih luas dan lebih dalam. Dan dalam menanggapi statment-statment yang mengatakan bahwa Yaqut tidak bermaksud menghina azan, Jalih Pitoeng justru bertanya dan mengingatkan kembali tentang equalitas.
“Jika ucapan Yaqut dianggap tidak bermaksud menghina azan, lalu bagaimana dengan analogi dan ilustrasi yang disampaikan oleh Edy Mulyadi tentang istilah ‘Tempat Jin Buang Anak’. Karena niat dan maksud didalam hati itu tidak bisa dihukum. Tapi perbuatan seseorang baik berupa ucapan maupun tindakan dan perbuatan” lanjut Jalih Pitoeng mengingatkan.
“Maka kita minta kepada pihak kepolisian dalam hal ini Kapolri harus menjunjung tinggi kesetaraan dalam penegakan hukum dan jangan tebang pilih atau tajam kebawah tumpul keatas” pungkas Jalih Pitoeng. (LI)