JAKARTA | Jacindonews – Upaya-upaya rakyat mencari keadilan dari berbagai cara yang nampak mengalami kebuntuan selama ini menjadi diskursus bagi kita semua. Mulai dari upaya yuridis melalui lembaga dan institusi peradilan hingga aksi-aksi unjuk rasa dalam memperjuangkan keadilan sesuai falsafah bangsa yaitu Pancasila, sudah sering disuarakan.
Salah satu aktivis kelahiran tanah betawi Jalih Pitoeng merupakan contoh yang gigih sejak 2019 meminta Jokowi Mundur dan bertanggung jawab atas pristiwa berdarah tragedi kemanusiaan di Bawaslu 21-22 Mei pasca pemilu yang menelan korban 9 tunas bangsa adalah sebuah catatan kelam perjalanan bangsa ini.
Konsistensi aktivis yang dikenal kritis inipun tetap konsekwen terhadap sebuah komitmen untuk memperjuangkan pegakan hukum atas pelanggaran HAM berat hingga saat ini.
Mulai dari bagaimana nasib ananda Harun Al Rasyid korban Pristiwa Berdarah 21-22 Mei di BAWASLU hingga kasus pembunuhan 6 Laskar FPI pengawal Habib Rizieq Syihab di KM 50 yang menjadi sorotan utamanya. Disamping beberapa tuntutan aksi lainnya terutama penolakan dan pembatalan terhadap undang-undang yang tidak pro rakyat.
Momentum Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada Jum’at 20 Mei 2022 kemarinpun diambil oleh penggagas Aliansi Selamatkan Indonesia (ASELI) untuk menggelar Aksi Akbar Nasional yang diberi tajuk “Rakyat Bangkit Bersatu Selamatkan Indonesia” didepan gedung DPR MPR.
Penggugat Prinsipal Jokowi Mundur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat inipun akhirnya mencetuskan istilah baru “Re-Proklamasi” secara konseptual dengan mengusung 3 Tuntutan utama. Diantaranya kembali ke UUD 1945 yang asli dan mendesak MPR untuk segera memakzulkan Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo dan KH. Makruf Amin karena dianggap telah gagal mengelola negara.
Menurut Jalih Pitoeng ada banyak pelanggaran-pelanggaran dan kegagalan presiden Jokowi-Makruf dalam menjalankan amanahnya sebagai pengelola negara. Dalam hal ini pemerintahan Joko Widodo.
Jalih Pitoeng berpendapat bahwa jika kebuntuan-kebuntuan tersebut terus terjadi maka People Power pun tak bisa dihindari. Karena rakyat akan merebut kembali kedaulatan yang menjadi miliknya.
“Kita sudah berusaha melakukan hal-hal yang bersifat yudisial dan konstitudional. Namun jika upaya itu juga mengalami kebuntuan, maka People Power tak kan bisa kita hindari. Karena saat ini rakyat sudah semakin cerdas dan tak bisa dibohongi” kata Jalih Pitoeng, Jum’at (27/05/2022).
“Kekuatan Rakyat atau Poeple Power adalah sebuah kedaulatan rakyat. Karena sesungguhnya rakyatlah pemilik negeri ini. Bahkan bangsa ini telah ada sebelum negara ini berdiri. Artinya rakyatlah sesungguhnya yang memiliki kedaulatan bukan partai-partai politik” sambung Jalih Pitoeng.
Jalih Pitoeng juga mengungkapkan penyesalannya mengapa partai-partai politik dalam hal ini anggota DPR RI lebih membela kepentingan oligarki ketimbang kepentingan rakyat yang telah menjadikan dirinya sebagai wakil rakyat sekaligus menitipkan amanahnya diparlemen.
“Kekuatan segelintir orang atau yang kita sebut Oligarki telah merusak bahkan menghancurkan cita-cita luhur dan mulia perjuangan kemerdekaan Indonesia yang menjadi impian seluruh rakyat Indonesia” sesal Jalih Pitoeng.
“Negeri ini adalah milik kita. Milik seluruh rakyat Indonesia. Maka langkah yang paling tepat saat ini adalah mengembalikan arah dan cita-cita luhur perjuangan kemerdekaan yang saya cetuskan kemarin yaitu Re-Proklamasi” pungkas Jalih Pitoeng. *(LI)