Jakarta | JacindoNews – Dalam memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Partai Buruh mengadakan kegiatan nonton bareng film “Marsinah” yang dilanjutkan dengan diskusi/bedah film. Acara Nobar tersebut diadakan di Sinema Hall, Gedung Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta, Kamis (19/8/2022), dimulai pukul. 10.30 wib.
“Marsinah merupakan simbol perjuangan untuk memerdekakan klas pekerja “working class” untuk memerdekakan nasib buruh menuju negara sejahtera ‘welfare state’,” kata Presiden Partai Buruh Said Iqbal.
Said Iqbal yang didampingi Sekretaris Jenderal Partai Buruh, Ferri Nuzarli melanjutkan menyampaikan bahwa sejauh ini belum ada pahlawan nasional dari tokoh dan aktivis buruh, padahal buruh merupakan kelompok penting dalam sejarah bangsa.
“Kami akan berjuang. Partai Buruh akan berjuang sekuat-kuatnya, sehormat-hormatnya terus mendukung dan memastikan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia,” kata Presiden Partai Buruh itu.
Said Iqbal juga menceritakan bagaimana strategi dan kedepannya dari Partai Buruh yang sudah lolos terverifikasi dari Komisi Pemilihan Umum atau KPU. “Rakyat butuh partai Buruh, karena sebagai partai baru, partai Buruh merupakan partai yang mewakili suara kaum pekerja dan Buruh. Partai Buruh dalam pemberitaan, memunculkan pemberitaan positif, sehingga bisa menjadi partai yang siap bersaing dalam Pemilu 2024 nantinya, ” pungkasnya.
Marsinah merupakan seorang perempuan kelahiran Nganjuk yang bekerja sebagai buruh pabrik arloji PT Catur Putra Surya di Sidoarjo, Jawa Timur. Ia menjadi salah satu pekerja yang aktif berunjuk rasa memperjuangkan kenaikan gaji dan mengajak karyawan pabrik lainnya untuk mogok kerja.
Namun karena perjuangannya itu, Marsinah menjadi korban penculikan dan penyiksaan sejumlah orang. Marsinah, yang sempat hilang selama beberapa hari, kemudian ditemukan tewas karena dianiaya dan sempat diperkosa.
Pelaku yang membunuh dan memperkosa Marsinah sampai saat ini belum ditangkap dan diadili. Kematian Marsinah masuk dalam catatan Organisasi Buruh Dunia (ILO) yang kemudian dikenal dengan sebutan Kasus 1773.
Setelah acara Nobar, kemudian dilanjutkan dengan drama Trieteikal dan diskusi bersama mengenai Film tersebut dan korelasinya untuk perjuangan kaum buruh ke depan umumnya dan perjuangan Partai Buruh khusus. (JN).