JAKARTA |  JacindoNews – Masyarakat Indonesia masih ada yang belum memahami mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak atau SPPA, kendala dan penanganannya ketika menghadapi kasus tersebut, oleh karena itu, perlu ada informasi dan edukasi sehingga dalam penanganan  kasus yang melibatkan anak dalam Peradilan, masyarakat para pencari keadilan dapat mengerti dan memahami putusan dari Peradilan Pidana Anak tersebut nantinya.

DPC Peradi Jakarta Barat dan Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Jakarta Barat membantu dalam memberikan informasi dan edukasi mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak dengan mengadakan Diskusi dan Seminar dengan tema “Memahami Sistem Peradilan Anak, Kendala dan Penanganan nya”

Acara diadakan pada hari Kamis (03/10/2024), pukul 14.00 WIB hingga selesai, di ruang Serbaguna Sekretariat DPC Peradi Jakarta Barat, Grand Slipi Tower lantai 5, Slipi Jakarta Barat.

Sebagai narasumber dalam acara tersebut antara lain, Demi Hadiantoro, SH., M.H., (Hakim Pengadilan Negeri Jakarta barat kelas 1A Khusus), Muhammad Ilham, S.H. (Jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Barat), Bripda Satria Firman Nafis (Banit PPA Polres Metro Jakarta Barat), Janny Erika, S.H., S.Kep., Ners.M.Kes., CBMT. (Advokat/pengurus DPC Peradi Jakarta Barat bidang PPA) dengan moderator Evie Katharina, S.H., M.Hum (Sekretaris PBH Peradi Jakarta Barat) dan Dwi Ratih Kiaraningsih (Kementerian Sosial RI).

Dalam sambutannya sebagai ketua panitia, Evie Katharina, S.H., M.Hum mengungkapkan terima kasih atas terselenggara nya acara diskusi tersebut. “Saya ucapkan selamat datang kepada para narasumber dan tamu yang hadir dalam acara Diskusi hari ini. Ada pemaparan dalam memahami Sistem Peradilan Anak. Peserta datang dari berbagai wilayah di RI. Jumlah peserta yang hadir yaitu total 420 peserta, terdiri dari : 105 peserta offline, 315 peserta online. Peserta berasal dari berbagai profesi, lintas komunitas, lintas organisasi & kelompok, masyarakat umum perorangan, selain peserta yg berasal dari Advokat (pengurus & anggota) PERADI & PBH PERADI. Bahkan sampai dari NTT dan Aceh, peserta online mengikuti acara ini. Harapan kami, acara ini bisa membawa manfaat dan berguna dalam memahami sistem peradilan anak dan penanganan nya,” pungkasnya.

Ketua DPC Peradi Jakarta Barat, Dr. Suhendra Asido Hutabarat, S.H., S.E., M.H., M.M., memberikan kata sambutannya,”Memang acara yang sangat singkat persiapan nya, namun akhirnya bisa terselenggara acara FGD. DPC Peradi Jakarta bisa ikut berperan dalam memberikan edukasi mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak. Harapan kami, bisa memahami dalam penanganan mengenai Peradilan Anak. Secara resmi diskusi hari ini saya buka, ” ujar Asido membuka acara tersebut.

Saat Diskusi Hukum berlangsung.

Acara Diskusi Hukum mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak, Kendala dan Penanganannya dibahas mengenai masalah yang terjadi dilapangan baik dari sisi hakim, jaksa, polisi dan advokat.

Demi Hadiantoro, SH., M.H., Hakim Pengadilan Negeri Jakarta barat kelas 1A Khusus menjelaskan alasan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). “Perlunya perlindungan khusus  bagi anak untuk menjaga harkat dan martabat dalam sistem peradilan. UU No. 3 /1997 sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan untuk masyarakat. Perubahan UU Peradilan Anak (UU No. 3/1997) menjadi Undang-undang SPPA. Pada dasarnya setiap anak yang dibawah umur dewasa berhak mendapatkan bantuan hukum dan didampingi Advokat. Peran Advokat dalam memberikan Bantuan Hukum bagi Anak agar menjamin terpenuhi kebijakan keadilan dalam Peradilan. Hal yang penting ddiperhatikan bagi anak sebagai pelaku tindak pidana seperti hak anak pada saat dilakukan penahanan, pemulihan fisik dan psikis bagi anak, ” jelasnya.

Dari pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, diwakili oleh Jaksa Muhammad Ilham, S.H., menerangkan,”Tantangan pihak kejaksaan dalam Peradilan Anak. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, diatur bagaimana usia anak diatas 12 tahun dan di bawah 18 tahun. Dasar penuntutan dalam pasal 137 KUHP menjelaskan jaksa penuntut  umum berhak melakukan tuntutan kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana. Peran Jaksa dalam melakukan pelaku tindak pidana yang dilakukan anak memiliki peran aktif dalam melakukan tuntutan, ” pungkasnya.

Banit PPA Polres Jakarta Barat, Bripda Satria Firman Nafis, mewakili dari Polres Jakarta Barat menjelaskan penyidikan dalam Kasus Pidana Anak. “Kasus Pidana melibatkan anak sebagai Anak Berhadapan dengan Hukum atau ABH, pihak kepolisian sebagai penegak hukum harus melakukan pendekatan khusus untuk melindungi hak-hak anak selama proses hukum. Juga harus melihat prioritas untuk kesejahteraan anak dalam penyidikan. Dalam pasal 1 ayat (1) undang-undang 35 tahun 2014 menjelaskan Anak sebagai seorang yang berusia 12 tahun dan belum berusia 18 harus diperlakukan khusus. Beberapa kasus yang menjadi hambatan bagi penyidik, khususnya pihak kepolisian, seperti korban tidak melakukan Laporan Polisi (LP), kurang memahami proses hukum dan masih banyak hal lainnya. Diharapkan masyarakat khususnya pelaku dan korban dari ABH bisa ditangani dan dilakukan sesuai proses yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku untuk SPPA, ” jelasnya.

Janny Erika, S.H., S.Kep., Ners.M.Kes., CBMT. (Advokat/pengurus DPC Peradi Jakarta Barat bidang PPA). “SPPA adalah kesuluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum. Tujuannya adalah untuk melindungi anak dan memberikan kepentingan yang terbaik untuk anak. Asas SPPA adalah keadilan, pelindungan, non diskriminasi, penghargaan terhadap anak, proporsional, perampasan hak kemerdekaan anak. Menurut UU no. 35 /2014 bahwa usia anak yang berkonflik hukum berusia 12 sampai 18 tahun. Hak yang paling penting antara lain dipisahkan dengan tahanan dewasa, memperoleh bantuan hukum, melakukan rekreasional, memperoleh advokasi sosial. Peran Advokat  sesuai dengan UU SPPA berkewajiban mendampingi anak dalam proses hukum. Advokat bisa mendampingi dalam pemeriksaan, mendampingi anak dari tindak diskriminasi dan kerahasiaan dari anak. Restoratif Justice diperlukan untuk pemulihan kembali seperti semula terhadap anak dan dapat mempertanggungjawabkan. Diversi dilakukan untuk mencapai perdamaian sesuai dengan Pasal 6 UU nomor 11 tahun 2012 mengenai SPPA,” jelas Janny dalam paparan materinya.

Acara diakhiri dengan tanya jawab peserta diskusi baik secara online dan offline. Diharapkan masyarakat bisa lebih memahami SPPA bagi penanganan nya dalam proses hukum. (JN).

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *