JAKARTA | Jacindonews -Tanggal 16 Juni diperingati sebagai Hari Pekerja Rumah Tangga Internasional (International Domestic Workers Day) yang menandai pengesahan Konvensi 189 Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 2011 tentang Pekerjaan yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT).
Konvensi ILO 189 menetapkan standar kerja layak bagi PRT, diantaranya terkait jam kerja,upah, tempat yang layak, keselamatan dan kesehatan kerja, cuti, kontrak kerja tertulis,kepemilikan dokumen identitas, pelayanan kesehatan dan jaminan sosial, kebebasan berserikat
serta mekanisme penyelesaian perselisihan yang adil dan setara. Konvensi ini juga menetapkan
hak PRT, antara lain hak untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan, hak atas perlindungan terhadap segala jenis penyalahgunaan, pelecehan dan kekerasan, hak atas kondisi kerja yang
layak, lingkungan kerja yang aman dan sehat, hak atas privasi, hak atas kebebasan bergerak,hak atas upah, hak atas jaminan sosial, hak untuk berserikat dan berkumpul serta hak atas akses
keadilan atau mekanisme penyelesaian sengketa.
Namun sangat disayangkan, hingga 11 tahun usia Konvensi ILO 189, Pemerintah Indonesia belum melakukan langkah-langkah konkrit untuk meratifikasi Konvensi ILO 189 untuk
memastikan perlindungan perempuan PRT, termasuk PRT migran. Stagnansi ini nyatanya terus menempatkan PRT, termasuk PRT migran pada situasi rentan kekerasan, pelecehan dan
eksploitasi seksual.

Hasil studi SBMI yang dilakukan selama Februari – Juni 2021, tentang “Response dan Tanggung Jawab Perwakilan RI dalam Melindungi Buruh Migran Indonesia dari Dampak Pandemi COVID-19” di 4 negara tujuan BMI (Malaysia, Singapura, Hongkong dan Arab Saudi), menguak berbagai ketidakadilan gender termasuk kekerasan, stereotype dan
diskriminasi serta pelanggaran hak-hak terhadap BMI, khususnya PRT Migran di masa pandemi Covid-19. Berbagai persoalan yang dialami BMI dalam masa pandemi Covid-19, yaitu:
1). Dampak Ketenagakerjaan, mencakup; a) Masalah gaji (41% BMI yang mengikuti
survey mengalami pencurian gaji (wage theft), termasuk gaji tidak dibayar (23%) dan pemotongan gaji secara ilegal (18%). Juga, dirumahkan tanpa menerima gaji dan penambahan beban dan durasi kerja tanpa menerima upah lembur; b)Kerentanan pangan; c) Tidak
Mendapat Hari libur (dialami 23% dari responden di Malaysia dan Singapura); d) Kekerasan di tempat kerja (fisik, psikis, dan seksual);
2) Keterbatasan saluran informasi,
3) Dampak kesehatan,
4) Masalah-masalah kepulangan, dan
5) Stigmatisasi (termasuk dianggap sebagai
pembawa virus, baik oleh pemerintah dan warga negara tujuan, juga oleh pemerintah dan sebagian masyarakat di Indonesia).
6 Studi yang sama juga menemukan bahwa secara umum
respons perwakilan RI masih belum memadai dan belum sesuai dengan kebutuhan BMI yang terdampak pandemi Covid-19. Pemerintah juga masih belum maksimal dalam melindungi PRT migran dari berbagai pelanggaran dan kekerasan (fisik, psikis dan seksual) yang kasusnya meningkat selama pandemi Covid-19.
pertanggungan risiko terkait dampak Covid-19 pada tahap sebelum bekerja, selama bekerja dan setelah bekerja;

  1. KBRI/KJRI harus menyampaikan informasi perkembangan COVID-19 di negara tujuan secara berkala melalui media kreatif yang mudah dipahami BMI, termasuk kebijakan soal vaksinasi di negara tujuan dan prosedur kepulangan pada masa pandemi
    dari bandara di negara tujuan hingga pemulangan ke kampung halaman BMI;
  2. Seluruh perwakilan RI secara periodik mengumumkan agensi (Mitra Usaha) yang resmi/berlisensi dan agensi (Mitra Usaha) yang tidak resmi/tidak berlisensi serta calon Pemberi Kerja bermasalah, sebagaimana diamanatkan UU No. 18 Tahun 2017 (Pasal 10);
  3. Pemerintah Pusat (Kemenlu) dan Perwakilan RI di negara tujuan harus memastikan keterlibatan Serikat Buruh Migran dan organisasi komunitas BMI di luar negeri dalam penanganan dampak COVID-19;
  4. Setiap Perwakilan RI harus membuat rencana kontijensi untuk memetakan masalah
    kedaruratan COVID-19 sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelindungan Warga Negara Indonesia di Luar Negeri;
  5. Perwakilan RI harus memastikan layanan yang cepat, profesional, sensitif gender, berempati kepada korban yang terakses serta menyediakan layanan khusus terkait pengaduan kekerasan fisik, psikologis dan kekerasan seksual yang dialami oleh BMI, termasuk shelter dan layanan pemulihan yang memadai;
  6. Perwakilan RI harus memastikan BMI yang terdampak Covid-19 mendapat
    perlindungan dari segala bentuk diskriminasi, misalnya di-PHK karena terpapar Covid- 19;
  7. Sanksi yang tegas harus diberikan kepada para staf perwakilan yang melakukan tindakan tidak profesional, tidak etis, dan tidak berempati terhadap korban, termasuk melontarkan kata-kata merendahkan kepada BMI yang menyampaikan pengaduan;
  8. Perwakilan Pemerintah RI dan pemerintah negara tujuan harus melakukan pengawasan
    secara berkala dan intensif terhadap agensi dan para pemberi kerja untuk memastikan hak-hak BMI terpenuhi, termasuk memastikan BMI tidak mengalami kekerasan dan pelanggaran, baik yang dilakukan pemberi kerja maupun agensi. (LI)

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *