Jakarta | JacindoNews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 tahun 2022 tentang Hari Penegakkan Kedaulatan Negara. Keppres itu menetapkan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai tanda penegakkan kedaulatan negara dari agresi militer Belanda pasca kemerdekaan Indonesia.
Usulan Keppres yang di inisiasi oleh Sejarawan UGM Djogjakarta Sri Margana ini cukup positif namun sekaligus jelas sangat menggelitik nalar dan logika anak bangsa, terlebih para loyalis dan pencinta HM.Soeharto.
Dengan menghilangkan nama Letkol TNI Soeharto dari peristiwa sejarah bangsa dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, ini membuat dampak dan perubahan fakta peristiwa perjalanan bangsa, yang dapat juga menggoyahkan legitimasi kedaulatan bangsa itu sendiri dimata dunia Internasional bahkan dapat menjadi pintu masuk terjadinya penjajahan kembali terhadap bangsa Indonesia oleh bangsa lain, efeknya tidak main-main dalam hal ini, itulah perlu pengkajian mendalam dan dicermati secara seksama.
Logika pertama yang patut dipertanyakan adalah mengapa sejarah harus ditulis ulang, sebagaimana statemen Sri Margana “ini adalah penulisan ulang sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949”, apakah sejarah itu karangan atau karya tulis sehingga harus dilakukan penulisan ulangnya.
Logika kedua, mengapa narasi berita ini baru disampaikan kepada publik setelah lebih dari 20 tahun lengsernya HM.Soeharto, mungkin ada beberapa logika lainnya baik dari masyarakat maupun para pakar sejarah dan pelaku sejarah lainnya.
Dalam pada itu satu hal yang cukup krusial dan menggelitik nalar logika masyarakat yaitu, mengapa Keppres Nomor 2 tahun 2022 dikeluarkan atau disahkan dimasa-masa kritis menjelang masa pesta demokrasi, apa alasan dan dasar pemikiran dikeluarkannya Perppres tersebut, serta apa tujuannya.
Oleh karena alasan tersebut sebuah elemen masyarakat dari GDC’98 yang memiliki konsen terhadap perjalanan bangsa ini, meminta dan mengharapkan Jokowi sebagai Presiden RI dapat bersikap bijaksana dan cerdas untuk menganulir dan atau memperbaiki isi Keppres Nomor 2 tahun 2022 tersebut atau setidaknya menunda pengesahan dan memperbaikinya dengan menyertakan peran serta sejarawan lainnya sehingga tidak menjadi sebuah keputusan sepihak dan dapat menuai polemik lainnya dengan hanya menerima pemikiran dari satu kelompok atau pendukungnya semata, karena harus diingat oleh seorang Pemimpin Negara bahwa Kepemimpinannya tersebut adalah untuk seluruh bangsa atau rakyatnya bukan sebagian kelompok semata, dan perlu dipertimbangkan uji publik dari Keppres tsb, pungkas Andy Boxer yang juga sebagai Sekjen dari GDC’98.
Andy menambahkan organisasinya siap untuk membuka ruang publik dan memediasikan hal tersebut dalam rangka uji kompetensi publik dengan menyertakan para sejarawan atau bahkan keturunan dari para pelaku sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 lainnya demi kepentingan bangsa dan negara, sehingga menjadi sebuah Keputusan yang lebih komprehensif dan memenuhi azas Kebenaran dan Keadilan ujarnya saat ditemui oleh media disela-sela aktifitasnya.
Saat ditanyakan, apa langkah selanjutnya dari peristiwa ini, secara diplomatis Andy mengatakan, kami akan coba merembukan hal ini dengan ketua umum bersama jajaran pengurus GDC’98 lainnya serta mencoba berkoordinasi dan berkomunikasi dengan lembaga masyarakat serta tokoh-tokoh yang berkompeten dalam mencermati aspek-aspek sejarah, politik maupun aspek hukumnya, kami akan coba untuk mendesak pak Jokowi agar dapat mempertimbangkan kembali Keppres Nomor 2 Tahun 2022 tersebut demi kebaikan bersama seluruh anak bangsa, pungkasnya diakhir wawancara.(Jac.Red)