JAKARTA | Jacindonews– Ketua Indonesia Civilian Police Watch (ICPW), Bambang Suranto menilai Polri yang Presisi mengambil tindakan ‘restoratif justice’ atau keadilan restoratif dalam menyelesaikan kasus ITE yang menjerat dokter Lois Owien, merupakan langkah yang sangat tepat.
“Semuanya telah dipertimbangkan dari berbagai aspek, termasuk didalamnya implementasi Polri yang Presisi,” kata Bamsur melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, (15/07/2021).
Sebab, memenjarakan seseorang dalam kasus ITE tersebut lanjut Bamsur, bukan upaya satu-satunya, melainkan upaya terakhir dalam penegakan hukum, atau diistilahkan dengan ‘ultimum remidium’.
“Sehingga, Polri dalam hal ini, terus mengedepankan upaya preventif, dalam menyelesaikan perkara kasus ITE itu. Agar, perbuatan seperti ini tidak diikuti oleh pihak lain dikemudian hari,” tegasnya.
Saat ini Indonesia kata Bamsur, sedang berupaya menekan angka penyebaran pandemi, dan jangan lagi menambah persoalan di negara ini.
“Karena aparat kepolisian dan tenaga kesehatan kita minta untuk fokus tangani masalah Covid dalam masa PPKM Darurat ini,” terangnya.
Berkaca dari kasus ini, diharapkan agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial (Medsos) yang kita ketahui bersama sebagai alat komunikasi sosial.
Untuk diketahui sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Slamet Uliandi mengatakan terduga telah memberikan sejumlah klarifikasi atas pernyataannya selaku dokter atas fenomena pandemi Covid-19.
Bahkan, terduga pun, mengakui kesalahannya atas sejumlah opini mengenai Covid-19, kala menjalani seragkaian pemeriksaan secara intensif di kepolisian.
“Segala opini terduga yang terkait Covid, diakuinya merupakan opini pribadi yang tidak berlandaskan riset. Ada asumsi yang ia bangun, seperti kematian karena Covid disebabkan interaksi obat yang digunakan dalam penanganan pasien. Kemudian, opini terduga terkait tidak percaya Covid, sama sekali tidak memiliki landasan hukum. Pokok opini berikutnya, penggunaan alat tes PCR dan swab antigen sebagai alat pendeteksi Covid yang terduga katakan sebagai hal yang tidak relevan, juga merupakan asumsi yang tidak berlandaskan riset,” kata Slamet melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa, (13/07/2021).
Terduga lanjut Slamet, mengakui opini yang ia publikasikan dimedia sosial, membutuhkan penjelasan medis. Namun, hal itu justru bias karena di media sosial hanyalah debat kusir yang tidak ada ujungnya.
“Setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik, kami dapatkan kesimpulan bahwa yang bersangkutan, tidak akan mengulangi perbuatannya dan tidak akan menghilangkan barang bukti mengingat seluruh barang bukti sudah kami miliki,” terangnya.
Menurut Slamet, pernyataan terduga selaku orang yang memiliki gelar dan profesi dokter yang tidak memiliki pembenaran secara otoritas kedokteran. Sehingga, dalam klarifikasi Dokter Lois, mengakui bahwa, perbuatannya tidak dapat dibenarkan secara kode etik profesi kedokteran.
“Yang bersangkutan menyanggupi tidak akan melarikan diri. Oleh karena itu saya memutuskan untuk tidak menahan yang bersangkutan, sesuai dengan konsep Polri menuju Presisi yang berkeadilan,”tandasnya.
Sehingga langkah Polri dalam mewujudkan keadilan restoratif adalah sebuah pendekatan yang kedepannya dapat mengurangi kejahatan tindak pidana. Maka terciptalah kesimbangan demi terwujudnya Polri yang Presisi.(DM).