Jakarta | Jacindonews – Pemerintah Indonesia dibawah kepemimpinan presiden Joko Widodo terus mengalami tantangan berat.
Berbagai persoalan bangsa terus menggerogoti kewibawaan pemerintah Indonesia. Keterpurukan ekonomi, kurang nya lapangan kerja, ketimpangan hukum serta carut marut politik menambah deretan persoalan yang harus diselesaikan.
Ditambah lagi dengan musibah dunia tentang wabah corona. Tak sedikit negara yang runtuh perekonomiannya karena musibah wabah tersebut. Banyak pula negara-negara yang sudah bangkit dari keterpurukan akibat wabah yang menghantui kehidupan manusia akhir-akhir ini.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia merupakan salah satu negara dikawasan Asean yang masih disibukan oleh wabah virus corona.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah namun belum juga menghasilkan sesuatu sebagaimana yang kita harapkan bersama.
Mulai dari pembentukan Satgas Covid-19, penanganan pasien hingga segala sesuatu terkait problematika yang sangat komplek mengenai penanganan Covid-19.
Namun ditengah upaya pemerintah melakukan pengendalian dan pencegahan penularan Covid-19 melahirkan berbagai pristiwa yang fenomenal dan kontroversial.
Sebut saja PPKM yang dimaksudkan untuk membatasi kegiatan masyarakat guna menekan laju penyebaran dan penularan covid-19.
Namun sangat disayangkan. Alih alih berniat melakukan penegakan hukum justru banyak pristiwa dan kejadian yang justru melanggar hukum.
Tonton juga berita di chanel youtube Jacindonews :
“Eggi Sujana mengenai PPKM Darurat. “
https://youtu.be/H3IE1I54xR8https://youtu.be/H3IE1I54xR8
Semua itu terjadi karena kurangnya sosialisasi dan tak dapat dipungkiri akibat arogansi petugas itu sendiri.
Banyak berita-berita tentang pristiwa yang semestinya tidak terjadi. Pemberitaan dan beredarnya photo dan vedeo tentang pristiwa memalukan tersebut banyak beredar diberbagai media.
Terlebih di era digitalisasi dan tekhnologi informasi tanpa batas seperti media sosial saat ini yang merebak keseluruh peloksok negeri dengan kecepatan infornasi tingkat tinggi.
Kejadian di Pasuruan, Goa, Jakarta serta berbagai kota lainnya bisa disajikan secepat kilat dan bisa di akses oleh hampir seluruh rakyat negeri ini.
Terutama berita-berita tentang arogansinya oknum Satpol PP dalam menyikapi kebijakan pemerintah dalam hal ini PPKM. Demikian juga penyekatan-penyekatan yang dilakukan oleh pihak kepolisian yang banyak menimbulkan permasalahan.
Sehingga banyak menimbulkan kontroversi dan pertanyaan dimasyarakat. Karena sebagaimana yang telah disampaikan oleh Profesor Dr. Eggi Sudjana saat memberikan keterangan pers Jum’at 16 Juli 2021 bahwa PPKM itu secara ilmu hukum adalah pembatasan dan bukan pelarangan.
Namun kejadian dan fakta dilapangan banyak kejanggalan-kejanggalan bahkan justru petugas yang melakukan kesalah dan pelanggaran hukum.
Semua itu berdampak pada ambruk nya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dibawah pimpina presiden Joko Widodo.
Bahkan ada sebagian masyarakat yang mencurigai bahwa kebijakan tersebut dimaksudkan untuk menekan adanya rencana unjuk rasa besar-besaran oleh Rakyat, Mahasiswa dan Umat serta seluruh elemen bangsa yang merasa keadilan di Indonesia telah tercabik-cabik.
Sangat menarik memang untuk kita cermati. PPKM diterbitkan menjelang sidang Putusan Habib Rizieq di pengadilan negeri Jakarta Timur (24/06/2021).
Kemudian diterbitkan lagi menjelang adanya isyu bahwa mahasiswa akan turun kejalan secara besar-besaran pada 5 Juli 2021.
Sehingga kesemuanya menjadi tidak terlalu salah jika timbul kecurigaan dimasyarakat.
Padahal niat pemerintah adalah untuk mengurangi intensitas penularan covid-19 agar tidak membahayakan masyarakat.
Namun memang perlu kita sadari. Bahwa niat yang baik jika dilakukan dengan cara kurang baik atau bahkan salah maka hasilnya akan menjadi salah.
Fenomena Corona di Indonesia ini memang menjadi dilema bagi rezim Jokowi.
Pertama, jika tanpa dilakukan PPKM, maka dapat dipastikan akan tumbuh dan berkembang serta merebak keberbagai daerah akan adanya aksi-aksi unjuk rasa besar-besaran yang menuntut presiden Jokowi untuk mundur karena dianggap tidak mampu memimpin serta menyelesaikan persoalan bangsa ini.
Kedua, jika dilakukan PPKM maka urat nadi perekonomian dipastikan putus dan mati. Terutama sektor ril dan usaha-usah mikro, kecil dan menengah. Karena sektor pendorong perekonomian sangat bergantung pada kebutuhan masyarakat.
Ketiga, kondisi sosial politik, ekonomi dan investasi akan mengalami kemunduran karena tingkat kepercayaan investor jauh melorot.
Hal tersebut bukan sekedar analisa tak mendasar. Fakta di lapangan Jepang sudah melakukan evakuasi warga negaranya dari Indonesia dan disusul oleh Korea.
Hal ini mengingatkan kita semua pada pristiwa krisis moneter tahun 1997 yang berakhir pada kerusuhan 1998 era pemerintahan Soeharto.
Dimana tingkat ketidak kepercayaan masyarakat pada pemerintah benar-benar sudah memuncak. Bank-bank banyak yang kalah kliring sehingga terjadi Rush Money atau penarikan uang nasabah dari bank secara besar-besaran.
Capital Flight pun tak bisa dihindari. Investor tentunya akan mencari kawasan baru yang lebih aman dan tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintahnya lebih terjamin.
Saat ini, masyarakat semakin banyak yang menolak PPKM. Mahasiswapun di Maluku Ambon sudah mulai turun kejalan menunaikan tugas moralnya terhadap rakyat yang menolak PPKM.
Apakah pristiwa kelam akan terulang?
Hanya matahari yang akan menjawabnya seiring perjalanan waktu.**