JAKARTA | JacindoNews – Dalam kurun waktu satu tahun ini, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan menjadi sorotan kembali saat ini. Kenapa tidak, karena di masa era pandemi yang masih berlangsung, tingkat kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan justru meningkat.
Dikutip dari berita Antara, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Nahar pada tahun 2021 ada sekitar 7.191 kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan.
“Kekerasan seksual angkanya paling tinggi. Persoalan ini bagian yang harus kita waspadai,” kata Nahar.
Melihat fenomena kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan tersebut, salah satu praktisi hukum wanita, seorang pengacara dan juga Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia cabang kota Palembang, Sumatra Selatan, Hj. Nurmalah, S.H., M.H., angkat bicara.
Melalui pesan singkat whatsapp, pada hari Selasa (12/10/2021), Hj. Nurmalah, S.H., M.H. mengatakan bahwa perlu ada ketegasan dan perlindungan yang maksimal untuk anak dan perempuan.
“Kerapkali korban kekerasan tidak menyuarakan apa yang terjadi dan yang mereka alami baik itu kekerasan secara fisik, mental maupun seksual. Mereka sulit melapor dan terkadang tidak berani karena takut dan malu, karena masalah aib tidak layak untuk diketahui oleh orang lain.Sekarang pemerintah telah menyiapkan akses bagi masyarakat untuk melaporkan kekerasan terhadap anak dan perempuan yang ditemukan atau yang dialami, ” ujar pengacara wanita asal kota Palembang yang bulan lalu baru saja menerima penghargaan “The Best Lawyer 2021” di Acara Indonesia Achievement Magazine (24/09/2021).
Hj. Nurmalah juga mengatakan bahwa akhir-akhir ini banyak diberitakan kekerasan terhadap anak dan perempuan, kenyataan ini sangat memprihatikan dan semakin menegaskan persepsi bahwa kekerasan terhadap anak dan perempuan belum bisa diselesaikan walaupun dengan aturan hukum dan perundang-undangan. “Kekerasan terhadap anak dan perempuan salah satu pemicunya adalah kemiskinan, karena kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh orang tua.”
“Disamping itu, adanya faktor kultural dan struktural dalam masyarakat. Sehingga perlu adanya kesadaran masyarakat untuk membantu mengawasi dan melindungi anak anak.”
Ia juga mengatakan, bahwa secara yuridis formal pemerintah telah mengeluarkan UU nomor 4/1979 tentang kesejahteraan anak. UU no 23/2002 tentang perlindungan anak.uu no 3/1997 tentang pengadilan anak dan kepres no 36/1990 tentang ratifikasi konvensi hak anak meski demikian realitas kesejahteraan anak masih jauh dari harapan.
“Harapan saya kedepan, agar kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan bisa menurun. Salah satu cara agar bisa menurun adalah pembekalan ilmu agama untuk ditingkatkan, perlu penegakkan hukum secara maksimal, karena faktanya, apabila anak dan perempuan kesengsaraan dan kesusahan, menjadi pemicu pada kekerasan hidup anak dan akan berakhir pada persoalan yang pelik dimasa datang. Selain itu, kampanye penghapusan kekerasan perlu dilakukan sesering mungkin antara, pemerintah, NGO, media, lawyer dan juga masyakarat, ” ujarnya mengakhiri statemennya melalui pesan singkat whatsapp. (JN )