Kolonel TNI (Purn) Sugeng Waras saat memimpin peringatan Hari Pahlawan 10 November 2021 di Bandung

BANDUNG, Jacindonews – Ramai menjadi perbincangan publik tentang Peraturan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim yang banyak menuai protes, salah satu purnawiran TNI Kolonel Sugeng Waras menyikapinya dengan serius.

Jika kita sudah sepakati Pancasila sebagai jalan tengah, terbaik dan pandangan hidup bangsa Indonesia dari pada paham Liberalis, Kapitalis dan Neo Kolonialis, maka Mendikbud Nadiem harus mengubah atau mencabut Permendikbud no 30/2021 tentang pencegahan dan penanganan terhadap kekerasan seksual. Kalau tidak, sama halnya memaksakan hukum Syariat Islam akan turut turun tangan untuk ambil solusi.

Ini penting dan signifikan bagi bangsa Indonesia agar tak terabaikan perhatian kita terhadap kaum lemah, terisolasi, terdiskriminasi umumnya dan LGBT, homo seksual khususnya.

Meskipun judul atau tema Permen tersebut bisa difahami, namun ada beberapa pasal pasal yang bisa ditafsirkan dan cenderung meragukan hasilnya untuk mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan seksual. Sebaliknya justru lebih pasti bisa dan akan menyuburkan kebebasan seksual, ini BAHAYANYA.

Kita tidak bisa selalu menerima dan mengabdosi atau mencampur adukkan hukum dinegara kita dengan hukum Internasional seperti CEDAW (Convention of the Ellimination of all Forms of Descrimination Against Women), Hukum Internasional yang khusus mengatur wanita.

Inti permasalahanya pada frasa dan Consent/persetujuan, yang harus dihadapkan pada hukum, agama dan negara.

Frasa yang merupakan gabungan dua kata atau lebih yang bermakna, bisa ditinjau antara lain dari literatur, struktur maupun preposisionalnya.

Frasa tanpa prediktif, namun tetap menyentuh atau mengisi Sintaksis (subyek, obyek keterangan dan pelengkap), tidak bisa dipindah atau dipisahkan dalam kalimat, karena bisa mengubah makna kalimat tersebut.

Contoh frasa Nominal (benda) Jam tangan, frasa Verbal (kerja l), pergi kepasar, frasa Ajectiva (sifat) sangat, harus, paling, frasa Numberela (bilangan) dua ekor anjing, bisa mengubah dan menambah makna kalimat.

Tudingan terhadap pengkritik dan penentang Permen ini, harus menjadi kajian dan pertimbangan Kemendikbud, tak terkecuali Mendag Yaqut yang telah ikut menyetujui, karena ada kesalahan faham dan tafsir terkait Logika dan Potensi BAHAYA terkait pandangan melegalkan dan melindungi LGBT dan Sex Bebas yang dikaitkan dengan dikriminasi dan ujaran kebencian (kita berharap pihak penegak hukum dalam hal ini kepolisian tidak terpancing dan terpengaruh yang memicu tindakan hukum secara gopoh, yang bisa membuat kekacauan dan gaduh).

Tak ketinggalan, dugaan terhadap Satgas pencegahan dan penanganan terhadap kekerasan seksual yang dinilai hanya diisi oleh kaum Feminis dan Liberalis sebagai penafsir tunggal yang mengabaikan kaidah kaidah hukum, agama (Islam) dan negara.

Yang jelas fakta telah membuktikan, Consent/persetujuan dalam arti sempit seperti yang dipraktekkan LGBT, Sex Bebas dan lain yang serupa akan merasa memperoleh peluang pembenaran yang berpotensi mengakibatkan kerusakan moral dan mental bangsa terlebih para melineal harapan bangsa.

Belum lagi penyakit menular HIP/AIDS, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, perceraian, kerusakan dan kehancuran rumah tangga.

Oleh karena itu, sebaiknya para menteri harus berpikir dua atau banyak kali agar tidak gegabah dan memaksakan kehendak untuk memberlakukan Permen yang bisa memicu keresahan dan kemarahan rakyat, untuk menciptakan situasi dan kondisi NKRI yang kondusif.

Bandung, 21 Nopember 2021 Sugeng Waras

(LI)

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *