JAKARTA | Jacindonews – Konferensi Nasional “Kebangkitan Nasional dalam Upaya Perlindungan Anak di Indonesia Pasca Pandemi” yang diselenggarakan oleh ECPAT Indonesia, JARAK dan Yayasan PKPA dilaksanakan tanggal 18-19 Mei 2022. Konferensi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi dari 28 Panelis
dan peserta yang berjumlah sekitar 200 orang . Para panelis terdiri dari berbagai macam unsur, dari Kementerian PP-PA, Kemenko PMK, Cyber crime Mabes Polri, Akademisi dari berberapa Universitas Nasional di Indonesia, Sektor swasta yang berkaitan dengan digital seperti Meta,
dan perwakilan start up, APPJI, perwakilan dari anak dan orang muda dan perwakilan NGO lokal yang concern pada isu perlindungan Anak.


Pada data yang dipaparkan oleh Pak Nahar, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PP-PA ditemukan bahwa 2 dari 10 anak laki-laki dan 3 dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih pada masa pandemi Covid-19. Jumlah kekerasan dan eksploitasi yang dialami anak pun cukup besar angka dalam masa pandemi Covid 19.

Beberapa kesimpulan diperoleh dari konferensi ini adalah 79% anak menggunakan Gadget untuk kepentingan diluar pendidikan selama Pandemi Covid-19. Ada perubahan perilaku pada remaja selama masa Pandemi Covid-19 ini. Ditemukan fakta sebagian pengisi Whatshapp Group (WAG) pornografi adalah remaja dengan rentang usia 12-19 tahun. Artinya para remaja yang
tergabung dalam WAG Pornografi berada pada usia sekolah dan mereka memasuki WAG secara sadar. Semakin banyak waktu yang dihabiskan remaja untuk tetap tergabung dalam WAG Pornografi menimbulkan kemungkinan mereka menjadi korban cyber atau pelaku semakin
besar.


Data kekerasan seksual yang terjadi di pesantren cukup besar, hal ini diungkapkan oleh salah satu pemapar, tahun 2021. Dari 175 responden ternyata 58,9% nya pernah mengalami kekerasan selama tinggal dipesantren. Selama masa Pandemi pun angka kekerasan seksual ternyata cukup meningkat dengan sebaran daerah yang cukup luas.


Selain temuan data-data kasus-kasus eksploitasi seksual anak diatas, ternyata ada temuan
menarik dari hasil paparan Kepala UPTD P2TP2A DKI Jakarta. Sebelum masa pandemi banyak
Eksploitasi seksual yang di lakukan di apartemen, dan ketika awal 2020 sebelum masuk masa Pandemi mereka berpindah ke Kafe, hotel dan SPA, namun setelah masuk masa Pandemi Covid-19 mereka berpindah ke Indekos (Kost-kostan) karena adanya PSBB dan PPKM yang diterbitkan pemerintah, Namun ketika masa Pandemi Covid-19 mulai mereda pada tahun 2021 merekakembali lagi ke Apartemen, Hotel dan sebagian ada yang tetap di Indekos.
Konferensi Nasional merumuskan rekomendasi, berikut ini disampaikan rekomendasi kunci
yaitu :

  1. Diperlukan kolaborasi antara pihak semua pihak termasuk sektor swasta untuk
    memberikan perlindungan pada anak di tingkat desa
  2. Mendorong penyelenggara Internet maupun platform media sosial untuk melakukan
    penguatan sistem keamanannya dalam rangka memberikan perlindungan pada anak di
    dunia digital
  3. Pentingnya riset-riset yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan di ranah daring
    untuk penyempurnaan kebijakan perlindungan anak di ranah daring
  4. Penegakan hukum yang tegas bagi para pelaku grooming pada anak sebagai bentuk
    pencegahan terjadinya eksploitasi seksual pada anak
  5. Perlunya menguatkan upaya preventif pada akar rumput (keluarga), antara lain melalui
    penggunaan aplikasi parental control dan penyuluhan. Aplikasi-aplikasi ini perlu bisa
    memfasilitasi orangtua untuk memahami bahasa yang digunakan oleh anak dalam

komunikasi di medsos.

  1. Perusahaan-perusahaan kepariwisataan perlu secara aktif berkontribusi pada
    perlindungan anak di dunia pariwisata.
  2. Kepentingan anak dan hak-haknya harus tetap menjadi prioritas bagi orangtua dalam
    kasus influencer cilik. (Ril/JN).

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *