JAKARTA | Jacindonews – Pada hari Jumat (20/05/2022), bertepatan dengan peringatan hari Kebangkitan Nasional, Presiden RI Joko Widodo bertemu dengan beberapa perwakilan dari Majelis Rakyat Papua dan Papua Barat atau MRP dan MRPB, juga beberapa tokoh adat Papua dan beberapa Bupati di wilayah Provinsi Papua di Istana Bogor, Jawa Barat.

Maksud pertemuan tersebut adalah selain berbincang-bincang mengenai perkembangan wilayah Papua yang sebagian besar mendukung rencana Pemerintah Pusat untuk melakukan Daerah Otonomi Baru atau DOB pemekaran Provinsi di Papua, juga mengundang Presiden RI Jokowi untuk hadir dalam Widodo menghadiri Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI tanggal 24-29 Oktober 2022 mendatang di Papua.

Delegasi diterima Presiden RI Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat.

Usai pertemuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat, salah satu perwakilan delegasi, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, mengatakan bahwa kegiatan Kongres tersebut bertujuan menyatukan masyarakat adat seluruh Indonesia tersebut menjadi simbol persaudaraan dan kekeluargaan.

Bupati Jayapura Mathius Awoitauw memaparkan hasil pertemuan dengan Presiden Jokowi.

Ada 19 orang yang hadir dalam pertemuan tersebut, antara lain, Dorince Mehue (Anggota Pokja Agama MRP, Ketua PWKI Papua), Nerlince Wamuar (Anggota Pokja Perempuan MRP), Herman Woku(Anggota Pokja Adat MRP), Toni Wanggai(Anggota Pokja Agama MRP/Ketua PWNU), Amatus Datipit (Ketua Pokja Adat MRP), Felisitas Kabagaimu (Anggota Pokja Perempuan MRP), Dr. Apolo Safanpo (Rektor Universitas Cenderawasih), Mathius Awoitauw (Bupati Kabupaten Jayapura), Herry Ario Naap (Bupati Kabupten Biak Numfor), Pendeta Samparisna Koibur (Tokoh Agama), Pendeta Alberth Yoku (Tokoh Adat), Christiana Ayello (Ketua Pokja Perempuan MRPB), Yulianus Thebu (Anggota MRPB), Leonard Yarollo (Anggota Pokja Agama MRPB), Ismael Ibrahim Watora (Anggota Pokja Adat MRPB), Dr. Meky Sagrim (Rektor Universitas Papua Barat), Dr. Rosaline Irene Rumaseuw (Ketua Persatuan Cendekiawan Perempuan Papua / Ketua Panitia W20 di Manokwari), Lambert Jitmau (Walikota Kota Sorong), Dr. Theo Litaay (Tenaga Ahli Utama, Disetarakan Pejabat Struktural Eselon l.b.), Hilmi Harris Kartasasmita (Tenaga Ahli Muda, Disetarakan Pejabat Struktural Eselon III.a).

Salah satu Perwakilan dari MRP, Ibu Dorince Mehue (Pokja Agama MRP), mengatakan bahwa pertemuan tersebut merupakan penegasan bahwa rakyat Papua mendukung rencana Pemerintah Pusat untuk segera melaksanakan DOB di tanah Papua dan juga melanjutkan Otonomi Khusus jilid 2 yang sudah di jalankan mulai tahun 2021 lalu.

Ibu Dorince Mehue.

“Pemekaran adalah bagian dari Amanat Undang-Undang Otonomi Khusus sehingga mesti dimaknai sebagai *Upaya Percepatan Pembangunan di Tanah Papua.”

“Tangung Jawab kita sebagai Intelektual Muda yang sekaligus Pimpinan OKP memberi Pencerahan bagi Adik-Adik Mahasiswa yang masih melihat Pemekaran dalam Perspektif Mobilisasi Penduduk & Strategi Genosida OAP serta jangan terjebak dalam Ego Elit-elit kita yang tidak Ingin ‘Kue Kekuasaan’ mereka dibagi-bagi karena sudah merasa enjoi menikmatianya selama ini.”

Ibu Dorince Mehue sedang memaparkan materi di depan Presiden Jokowi.

“Papua telah memiliki Otsus yang dibutuhkan hari ini adalah Leader yang mampu mewujudkan Amanat Otsus. Pengalaman Papua Barat menjadi catatan penting agar kita tidak alergi dengan Pemekaran.”

Delegasi diterima oleh Presiden Jokowi.

Ada banyak Aspek Positif yang bisa rakyat Papua nikmati dari Pemekaran, diantaranya :

Pertama, Peningkatan APBD;

Kedua, Pertumbuhan Pembangunan dan membuka keterisolasian;

Ketiga, Persemayaman Kader-kader Pemimpin Masa Depan Tanah Papua yang Bisa di Orbit ke Kanca Nasional;

Keempat, Adanya Sentra-sentra Pertumbuhan Ekonomi Baru;

Kelima, Akses Pendidikan dan Kesehatan pasti semakin baik terbukti di Papua Barat;

Keenam, Pendistribusian Potensi SDM di berbagai lembaga;

Ketujuh, Persaingan sehat yang antar Provinsi di Tanah Papua sekagus mengikis issue Primordialis di Tanah Papua;
Dan lain-lain.

“Jadi, Kesimpulannya Otsus harus dimaknai sebagi bentuk Proteksi terhadap Orang Papua. Sedangkan pemekaran untuk Percepatan Pembangunan di Tanah Papua, ” pungkasnya. (JN)

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *