JAKARTA | Jacindonews – Tak terima Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara memproses pihak lawan yang melakukan banding atas perkara yang sudah hampir setahun inkracht atau berkekuatan hukum tetap, maka pengacara pemilik lahan 1 hektar di Sunter yaitu Ferry Setiawan Kosasih mengadukan ke Komisi Ombudsman, Jakarta, Jumat, (25/11/2022).
Dua pengacara Ferri yaitu Sri Suparyati dan Illian Deta Arta Sari dari kantor ISLAW (Illian and Sri Law Office) datang di Komisi Ombudsman pukul. 11.00.
Sebelumnya mereka mendatangi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) dan juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Hari ini kami melaporkan kepaniteraan PN Jakarta Utara karena kami merasa Klien kami tidak mendapat kepastian hukum,” kata Illian Deta Arta Sari.
Illian menjelaskan, kliennya mengajukan gugatan di PN Jakarta Utara atas sengketa lahan 10.442 meter persegi di Sunter dengan tergugat I PT RETNUS. Kasus itu teregister dalam nomor perkara 613/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr dan putusannya telah dibacakan tanggal 27 April 2020. Saat putusan itu, pihak Penggugat dan Tergugat I hadir, sementara Tergugat II dan Tergugat II tidak hadir. Atas putusan tersebut, para pihak yang hadir tidak banding dalam 14 hari sehingga kasus inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Hal itu sesuai UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Pokok Kekuasaan dan UU Nomor 20 Tahun 1947 Tentang Peradilan Ulangan.
“Tergugat I diwakili kuasa hukumnya hadir dalam putusan tanggal 27 April 2020. Dengan demikian batas waktu banding 14 hari setelah putusan. Tapi mereka menyatakan banding setelah kurang lebih 10 bulan tanggal 19 Februari 2021. Memori Bandingnya 12 April 2021,” tambah alumnus University of Melbourne Australia ini.
Atas permohonan banding tersebut, pihak Pelapor menerima Relas Pemberitahuan Banding tanggal 2 Juni 2021. Namun dalam relas tersebut terdapat kesalahan yang menyebut terbanding sebagai pembanding. Kesalahan tersebut diulang dalam surat PN ke PT DKI.
“Kesalahan administrasi yang berulang dilakukan oleh Terlapor menunjukkan tidak profesional, kurang teliti, tidak ada kehati – hati, ceroboh serta dugaan unsur kesengajaan dalam memproses administrasi lembaga pengadilan yang mana hal tersebut tentu saja menimbulkan ketidakpastian hukum dan sangat merugikan bagi pencari keadilan,” kata Sri Suparyati.
Menurut Sri, kliennya melaporkan hal ini karena mempunyai kepentingan guna mempertahankan hak atas persamaan di hadapan hukum (Equality Before The Law) dan perlakuan adil demi terciptanya asas Kepastian, Keadilan, dan Kemanfaatan Hukum. Dalam kasus ini pelapor memiliki legal standing untuk mempertahankan hak keadilan yang dirasa dihilangkan, dicabut dan tidak terpenuhi.”
“Kepaniterakaan PN Jakarta Utara menerima dan memproses pengajuan upaya hukum banding yang sudah mempunyai kekuatan hukum dan ini merupakan Maladministrasi yakni penyalahgunaan kewenangan, penyimpangan prosedur, pembiaran, memihak, pengabaian kewajiban hukum,” tambah Sri yang merupakan lulusan University of Hull, Inggris ini.
Menurut Sri tindakan yang dilakukan oleh kepaniteraan PN Jakarta Utara menimbulkan kerugian bagi pihak Pelapor, mengingat pihak Pelapor sedang memperjuangkan dan mempertahankan hak – haknya untuk memperoleh keadilan. Sementara proses banding memerlukan waktu yang cukup lama sehingga hal ini yang dapat menghambat upaya Pelapor.
“Kenapa perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap dan sudah berlalu hampir setahun tetap diterima dan diproses? Sementara saya pernah telat 3 hari saja di pengadilan lain sudah tidak bisa diterima. Ada apa ini? Tak menutup kemungkinan ada dugaan kolusi,” tegas Sri.
Berdasarkan fakta – fakta kejanggalan yang ada dan ketidakadilan yang dirasa, kuasa hukum sudah menyampaikan keberatan dalam kontra memori banding dan melaporkan hal tersebut pada PT DKI, Badan Pengawasan MA RI, KPK serta Komisi Ombudsman.
Kantor hukum ISLAW meminta kepada lembaga-lembaga tersebut untuk menindaklanjuti atas laporan adanya dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat memberikan kepastian hukum bagi Pelapor dalam hal menolak upaya hukum banding, dan mempercepat waktu proses penyelesaian bandingnya, mengingat pengajuan banding tersebut sudah melampaui batas waktu dan hingga saat ini belum adanya putusan. Sementara berdasarkan SEMA No. 2 tahun 2014 tentang Penyelesaian perkara di tingkat pertama dan tingkat banding pada 4 (empat) lingkungan Peradilan menyebutkan penyelesaian perkara pada pengadilan tingkat banding paling lambat pada waktu 3 (tiga) bulan. (Ril).