JAKARTA, Jacindonews.com – Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang pemeriksaan atas permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Rabu (05/04/2023) di Ruang Pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Sidang beragendakan mendengarkan keterangan ahli yang diajukan oleh Pemohon.

Dalam permohonannya, Riyanto dan kawan-kawan meminta agar Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk pemilihan anggota DPR/DPRD pada tingkat provinsi atau kabupaten/kota, dipilih oleh partai politik. Sehingga rakyat dalam mengikuti kontestasi pemilihan anggota DPR/DPRD adalah dengan cara mencoblos partai politik.

Hakim Konstitusi Arif Hidayat menyampaikan pandangannya dengan kemungkinan sistem pemilihan umum menggunakan sistem hybrid. Karena dalam perkembangannya, lanjut Arif, penerapan pemilu dengan cara memilih partai dan berubah menjadi memilih calon anggota DPR/DPRD, ada baik dan buruknya.

“Artinya, meninggalkan yang buruk di terbuka dan meninggalkan buruk yang tertutup, kita gunakan dua-duanya, kita padu padankan menjadi sistem khas asli Indonesia”, terang Arif.

Dengan demikian menurutnya, sistem pemilu proporsional terbuka yang memilih secara langsung para calon adalah untuk pemilihan pasangan presiden-wakil presiden dan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah.

Sedangkan untuk pemilihan anggota DPR/DPRD adalah dengan menggunakan sistem pemilu proporsional tertutup yaitu rakyat dapat memilih partai politik, kemudian para anggota DPR/DPRD dipilih oleh partai politik berdasarkan nomor urut masing-masing.

“Itu kira-kira yang coba saya sampaikan di dalam persidangan yang terbuka untuk umum ini untuk kita bersama-sama mengkaji sebagai anak bangsa yang harus mengembangkan sistem negara hukum yang demokratis berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, ujar Arif.

Sementara ditempat terpisah, aktivis Jalih Pitoeng juga sangat mendukung pandangan yang disampaikan oleh hakim MK tersebut.

“Saya sangat setuju dan mendukung pandangan hakim MK tersebut” ungkap Aktivis kelahiran betawi ini.

“Pasalnya, banyak partai yang sesungguhnya sudah tidak disukai bahkan dibenci oleh rakyat tapi dengan terpaksa masih dipilih juga” lanjut Jalih Pitoeng menyesalkan.

“Contoh misalnya ada partai yang dikenal sangat korup anggotanya dan banyak terlibat kasus korupsi. Bahkan hampir setiap hari disiarkan di televisi. Atau ada juga partai yang telah dengan sengaja mengusung ideologi selain pancasila yaitu trisila bahkan eka sila” papar Jalih Pitoeng menegaskan.

“Itu karena pendekatan yang dilematis. Satu sisi mereka tidak suka dengan partainya, tapi disisi lain karena kedekatan pertemanan dan persaudaraan ya terpaksa dipilih juga caleg tersebut yang notabene menguntungkan partainya” Jalih Pitoeng menjelaskan.

“Jadi mohon maaf, caleg ibarat sales sebuah produk politik saja. Setelah jadi pun mereka lebih patuh kepada ketua umum partainya” pungkas Jalih Pitoeng.

Sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra itu, akan dilanjutkan kembali pada tanggal 12 April 2023 untuk mendengarkan keterangan ahli. *(LI)

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *