JAKARTA | Jacindonews – Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang saat ini tengah dipersiapkan, dalam merespon akan diundangkannya UU IKN dimana akan dipindahkannya ibu kota negara (IKN) ke Nusantara di Provinsi Kalimantan Timur, mendapat tanggapan yang sangat positif dari kalangan masyarakat Betawi.
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Usni Hasanudin mengatakan, revisi UU DKI itu memang semestinya sudah dilakukan. Bukan hanya karena adanya perpindahan ibu kota, melainkan juga untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
“Vitalnya sebuah budaya ini dipahami betul oleh Bung Karno. Ini terlihat dalam gagasannya tentang Trisakti: Berdaulat di bidang politik, Berdikari di bidang ekonomi dan Berkepribadian di bidang kebudayaan,” ungkap Usni kepada media, Sabtu (27/05/2023).
Ia memprediksi Jakarta akan tetap menjadi magnet bagi masyarakat luas untuk datang, sekalipun sudah bukan ibu kota negara. Ini tentu menjadi keuntungan sekaligus tantangan dalam merawat budaya Betawi agar tetap exist dan tidak tergerus zaman.
“Pemprov DKI sudah menyusun perda (peraturan daerah) tentang budaya Betawi. Namun, ini kurang kuat karena payung hukumnya tidak mengakar pada UU. Oleh karena itu, saya berharap pasal yang mengatur tentang budaya Betawi dalam UU hasil revisi nantinya tidak dihilangkan,” tegas dosen politik di UMJ ini.
Senada dengan Usni, aktivis sekaligus intelektual Betawi Jalih Pitoeng juga menyambut baik dan mendorong upaya revisi dan perbaikan atau penyempurnaan RUU yang diajukan saat ini untuk segera diundangkan.
“Sebagai anak Betawi, kita sangat mendukung para kaum intelektual muda Betawi yang sedang memperjuangkan peningkatan perundang-undangan yang akan menjadi payung hukum bagi peningkatan kehidupan kaum Betawi” kata Jalih Pitoeng.
“Ini merupakan sebuah trobosan yang sangat positif dan konstruktif dalam menyikapi perubahan status Jakarta dari Daerah Khusus Ibukota menjadi Daerah Khuusus yang sedang diperjuangkan saat ini” sambung Jalih Pitoeng.
“Dan ini merupakan bagian dari perjuangan para kaum intelektual dalam tatanan konstitusional” imbuhnya.
“Sehingga kita semua harus mendukung upaya penyatuan kaum Betawi dan penyempurnaan peraturan dan perundang-undangan yang sedang dilakukan oleh Majelis Amanah Persatuan Betawi demi kemajuan kaum Betawi dalam berbagai aspek kehidupan” sambung Jalih Pitoeng.
Diketahui sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI mengusulkan kewenangan khusus bidang kebudayaan dalam revisi UU Kekhususan Jakarta pada draf uji publik dua. Tujuannya adalah mendorong budaya Betawi sebagai kearifan lokal Jakarta tidak hanya dilestarikan. Tapi dikembangkan.
Pada RUU Kekhususan Jakarta (Draf uji publik 2), Pemprov DKI akan diberikan kewenangan khusus di bidang kebudayaan. Ini secara khusus termuat dalam Pasal 26 Bab IV Kewenangan dan Urusan Pemerintahan.
Selain itu, Jalih Pitoeng juga berharap agar kehadiran Majelis Adat Kaum Betawi menjadi tempat untuk memecahkan berbagai persoalan yang ada ditanah Betawi.
“Semoga dengan kehadiran Majelis Adat Kaum Betawi, bisa menjadi tempat untuk berteduh, mengeluh sekaligus menampung seluruh persoalan sekaligus memberikan solusinya demi perbaikan dan kemajuan kaum Betawi,” pungkas Jalih Pitoeng penuh harap. (MJ).