JAKARTA | Jacindonews – Sungguh miris! Kota Jakarta menurut survei sebagai salah satu kota dengan udara terburuk di dunia. Pemantau kualitas udara IQAir indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 162 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2,5 dan nilai konsentrasi 75 mikrogram per meter kubik.
Tentunya hal ini sangat miris, mengingat aktivitas negeri ini masih berpusat di Jakarta dan mobilisasi tingkat tinggi dalam hal semua aktivitas segala sektor. Namun, aktivitas penduduk DKI Jakarta harus diimbangi dengan wadah atau tempat aktivitas yang sehat dan ramah lingkungan. Merupakan hal yang sia-sia, jika kemajuan kota Jakarta tidak seimbang kualitas kesehatan masyarakat DKI Jakarta.
Usaha Pemerintah, baik dari tingkat pusat sampai RT, melakukan berbagai upaya agar menurunkan tingkat polusi udara di DKI Jakarta. Juga para pelaku usaha moda transportasi umum, harus memperhatikan ambang batas polusi udara.
Menjadi impian kita bersama sebagai masyarakat DKI Jakarta, agar menjadi kota “zero emission”, bebas dari polusi udara. Masih terbesit dari ingatan kita, ketika masa awal pandemi covid 19 dimulai bulan Maret 2023, udara kota Jakarta menjadi bersih. Indikator nya adalah jarak pandang radius 500 meter gedung-gedung di salah satu jalan protokol Jenderal Sudirman. Tentunya kita masih berharap seperti itu keadaan DKI Jakarta saat ini.
Berbagai pihak, bahkan dari praktisi, jurnalis sampai influencer (seseorang atau figur dalam media sosial yang memiliki jumlah pengikut yang banyak atau signifikan) mempunyai pemikiran dan pandangan mengenai penanganan masalah polusi udara di DKI Jakarta.
KBR (Kantor Berita Radio) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI mengadakan Diskusi Publik dengan tema “Sinergitas Sektor Transportasi dan Sektor Energi untuk Mewujudkan Kualitas Udara Bersih di Kota Jakarta dan Kota Besar di Indonesia.” Acara diadakan secara online (zoom) pada hari Kamis (16/11/2023), dimulai pukul 10.00 wib hingga selesai.
Sebagai narasumber antara lain Bidang PPKP DKI Jakarta Tiyana Brotoadi, dari Dishub DKI Jakarta diwakili oleh Ferdinand Ginting, Dinas Kesehatan DKI Jakarta dr. Aris Nurzamzami, MKM., dari Polda Metro Jaya AKBP Edi Supriyanto, dari seorang Influencer Nadhea, Ketua Komite Penghapusan Bahan Bakar Bertambah (KPBB) Ahmad Sardin dan beberapa instansi dan media ikut dalam acara diskusi tersebut. Sebagai moderator Maulana Isnarto.
Dalam paparannya, Dinkes DKI Jakarta dr. Aris Nurzamzami, MKM mengatakan bahwa PEMDA DKI Jakarta berusaha menciptakan udara Jakarta yang sehat. “Upaya PEMDA Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Surat Edaran Nomor 52/SE/2023 tentang Pengukuran Kualitas Udara di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (RSUD, RSKD, dan Puskesmas), dimana Puskesmas melakukan pengukuran parameter fisik kualitas udara indoor dengan menggunakan sanitarian kit diruang pelayanan puskesmas sebanyak 3 (tiga) kali sehari yaitu pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 dan di dalam ruang kelas sekolah sebanyak 1 (satu) kali pada pukul 10.00. Wib, ” jelasnya.
Aris menambahkan,”Parameter
pengukuran yang dilakukan adalah suhu, kelembaban, laju ventilasi udara, kebisingan, pencahayaan, PM 2.5 dan PM 10,” tukasnya.
Sedangkan dari Dishub DKI Jakarta yang diwakilkan oleh Ferdinand Ginting menjelaskan, “Program emisi ramah lingkungan, kita juga harus punya kesadaran untuk menggunakan kendaraan umum untuk mengurangi kendaraan pribadi yang menghasilkan emisi karbon berlebih. Moda transportasi, salah satunya Transjakarta merupakan layanan transportasi publik dapat berintegrasi dengan angkutan umum lainnya seperti KRL dan mobil angkutan. Ditambah lagi juga penggunaan mobil dan motor bertenaga listrik, harus terus digiatkan sehingga menjadi penyangga pengurangan emisi karbon di kota Jakarta. Dishub DKI Jakarta mendukung semua pihak yang mendorong kedepan nya menggunakan kendaraan bermotor berdaya listrik, ” ujar Ferdinand.
Namun, selain menggalakkan kendaraan yang memakai daya listrik sehingga tercipta zero emissions, juga diperlukan pengecekan uji emisi bagi kendaraan yang masih memakai bahan bakar. Hal itu juga disampaikan oleh AKBP Edi Supriyanto, yang mewakili dari Polda Metro Jaya.
Bahkan AKBP Edi Supriyanto menjelaskan, selain kendaraan melakukan uji emisi, juga harus ada sosialisasi bahkan jika masyarakat tidak mau menjaga emisi karbon, kedepan mungkin akan dilakukan tilang bagi kendaraan yang tidak lulus uji emisi dan masih saja di gunakan kendaraan bermotor tersebut. “Penilangan merupakan upaya terakhir jika setelah sosialisasi dan mengadakan uji emisi gratis belum dilakukan. Dari kualitas udara, DKI Jakarta termasuk polusi udara kurang bersih. Oleh karena itu perlu kerjasama semua pihak agar segera melakukan uji emisi sehingga kita mengetahui apa kendaraan kita termasuk yang membuang asap kendaraan tidak melebihi kadar polusi, ” harapnya.
Ahmad Safrudin dari KPBB mengemukakan, “Bahan Bakar kita masih belum bisa pro untuk menjaga kebersihan udara di DKI Jakarta. Indonesia sebenarnya sudah kita mulai 25 tahun yang lalu oleh saya dan kawan-kawan, namun tidak begitu dihiraukan. Komponen pemerintah dan bagian-bagiannya termasuk BUMN Pertamina masih kurang optimal menjalankan tugasnya dalam rangka mengurangi pencemaran udara. Harapan kami, jika kendaraan masih memakai bahan bakar, harus yang lebih berkualitas dan rendah kadar polusi karbon udaranya,” harapnya.
Dari Diskusi Publik ini, menjadi Pekerjaan Rumah kita bersama, semua elemen masyarakat Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia, apakah bisa menjalankan masukan, ide bahkan regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, agar mengurangi tingkat polusi udara di kota Jakarta? Semua bisa dijawab dengan dua kata, “Kesadaran” dan “Tanggung Jawab” bersama. Jangan tunggu korban banyak akibat gangguan napas bagian atas atau ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) akibat kadar udara Jakarta yang sudah melebihi batas normal pencemaran udara. “Save Clean Air” Kota Jakarta. (JN).