JAKARTA | Jacindonews – Badan Musyawarah Masyarakat Betawi atau yang dikenal dengan sebutan Bamus Betawi sebagai salah satu organisasi yang menaungi beberapa ormas kebetawian, kini mengalami kegamangan diusianya yang ke 42.

Pendiri sekaligus ketua umum Jalih Pitoeng Centre prihatin atas fenomena yang terjadi saat ini. Dimana mana masyarakat dibingungkan dengan adanya beberapa Bamus Betawi. Terutama Bamus Betawi yang dipimpin oleh Riano Ahamad dan yang dipimpin oleh Muhamad Rifky atau Eki Pitung.

Sosok anak Betawi yang memimpin yayasan Perjuangan Rakyat Jalih Pitoeng ini sesalkan adanya beberapa Bamus Betawi yang membelah diri.

Menurutnya, hakikat didirikannya Bamus Betawi oleh para pini sepuh Betawi adalah tidak lain dan tidak bukan adalah bagaimana upaya menghimpun dan menyatukan berbagai potensi yang ada ditanah Betawi kala itu.

Sebuah gagasan, ide dan niat sekaligus cita-cita yang luhur dan mulia demi mempertahankan seni budaya betawi guna meningkatkan harkat dan martabat serta kesejahteraan kaum betawi dalam berbagai aspek kehidupan.

Baik agama yang sangat melekat dengan masyarakat betawi, seni budaya hingga sosial politik dan ekonomi yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dalam berbangsa dan bernegara.

Dimasa perjalanannya yang hampir setengah abad tersebut, Bamus Berawi pernah dipimpin oleh tokoh-tokoh besar dari tanah Betawi.

Sebut saja Fauzi Bowo yang pernah memimpin Jakarta sebagai gubernur DKI. Nachrowi Ramli seorang jenderal dari tanah Betawi hingga Almarhum H. Lulung Lunggana yang sempat menjadi wakil rakyat. Baik ditingkat DPRD DKI hingga mewakili daerah pemilihan DKI Jakarta sebagai anggota DPRRI.

Pasca wafatnya H. Lulung selaku ketua umum Bamus Betawi, kini Bamus Betawi alami kegamangannya. Dimulai dari penyelenggaraan Mubeslub guna menentukan ketua umum untuk melanjutkan kepemimimpinan almarhum H. Lulung yang tersisa setahun, hingga digelarnya Mubes Bamus Betawi ke VIII pada 31 Agustus 2023 di Taman Mini Indonesia Indah.

Perbedaan pendapat dan mobilisasi organisasi pendukung Bamus Betawi mengalami pembelahan.
Entah apa lasannya, maka lahirlah MANTAB (Masyarakat Adat dan Tradisi Betawi) dibawah pimpinan H. Beim Benyamin Suaeb putra penyanyi legendaris Benyamin Sueb.

Sementara jauh sebelum itu sudah ada memisahkan diri dan mandiri yaitu Bamus Suku Betawi 1982 dibawah pimpinan H. Oding. Selain itu pemilik nama H. Zainudin. MH inipun menginisiasi pembentukan Majelis Adat Kaum Betawi melalui Kongres Kaum Betawi yang menetapkan H. Marullah Matali sebagai pemangku Ketua Wali Amanah Majelis Kaum Betawi.

Entah apa problematikanya, Majelis Kaum Betawi yang sering disebut MKB sekaligus menjadi harapan sebagai rumah besarnya orang betawi ini berjalan lamban bahkan mengalami stagnan.

Selain beberapa pristiwa yang terjadi seperti diatas, ketidak puasan atas penyelenggaraan Mubes Bamus Berawi ke VIII yang diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah, Muhamad Rifky alias Eki Pitung juga menggelar Mubes Bamus Betawi bersama beberapa ormas betawi pendukungnya pada 9 Oktober 2023 dibilangan Jakarta Timur.

Menyikapi fenomena terpecahnya Bamus Betawi tersebut, Jalih Pitoeng menduga hal tersebut terjadi akibat perebutan ketua umum Bamus Betawi sekaligus kurang nya keterbukaan dalam pengelolaan keuangan organisasi dalam hal ini Bamus Betawi.

“Saya sangat prihatin dengan perpecaha ini” ungkap Jalih Pitoeng, Jum’at (2024).

“Lebih miris lagi, kita telah mengabaikan cita-cita luhur dan mulia para pendiri Bamus Betawi” tegasnya mengingatkan.

“Namanya juga Bamus, ya kita musyawarah. Bukan justru sebaliknya terpecah dan berpisah” sesal Jalih Pitoeng.

Aktivis yang dikenal kritis dari tanah betawi inipun tetap berusaha bijaksana dalam menyikapi dinamika yang ada.

“Namun begitu, saya tetap menghormati keputusan sudara-sudara kita atas pristiwa dan dinamika yang ada. Hanya saya sangat prihatin saja sebagai salah satu anak betawi yang sangat mencintai Bamus Betawi, mengapa hal ini sampai terjadi” keluh Jalih Pitoeng.

Jalih Pitoeng juga menyoroti adanya intransparabsi dalam menjalankan roda organisasi terutama terkait hal-hal yang bersifat financial yang sangat krusial dan merupakan salah satu penyebabnya.

“Saya menduga kuat bahwa perpecahan ini diakibatkan kurang nya profesionalitas dan akuntabilitas didalam mengelola keuangan dan pendapatan” ungkap Jalih Pitoeng.

“Banyak saya terima curhatan kawan-kawan para pimpinan ormas” imbuhnya.

Mantan Analis Kredit ini juga mengutarakan bahwa didalam mengelola organisasi itu dibutuhkan leadershipitas, integritas dan akuntabilitas yang berujung pada moralitas.

“Bamus Betawi ini kan menaungi banyak ormas-ormas pendukung dan sanggar-sangar serta yayasan dan komunitas lainnya” lanjut Jalih Pitoeng.

“Sehingga Bamus ini harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang leadership serta menjunjung tinggi azas profesionalitas dan akuntabilitas” lanjutnya tegas.

“Baik pengelolaan ‘Dana Hibah’ yang didapat dari pemerintah maupun yang didapat dari usaha-usaha lain seperti pendapatan pada penyelenggaraan ‘Kampoeng Betawi’ di PRJ Kemayoran sebagai satu contohnya” Jalih Pitoeng mengingatkan.

“Demikian pula Betawi Store yang ada diseputaran Monas. Termasuk juga pengelolaan hak-hak lainnya. Baik dalam bentuk material maupun imaterial” lanjut Jalih Pitoeng.

Ketua Jalih Pitoeng Centre yang fokus pada pembelaan terhadap rakyat kecil ini juga menegaskan bahwa Bamus Betawi tidak boleh dipimpin oleh orang-orang yang culas.

“Maka Bamus Betawi ini tidak pantas dipimpin oleh orang-orang yang culas dan tidak jujur serta tidak amanah” sambung Jalih Pitoeng.

“Karena apa, karena Bamus Betawi ini bukan warung. Yang bisa dikelola semaunya sesuai kehendak pemiliknya. Akan tetapi Bamus Betawi ini adalah organisasi besar yang menaungi ormas-ormas didalamnya” tegas Jalih Pitoeng.

“Dan pengelolaan serta pendistribusian dana tersebut guna menunjang program-program masing-masing ormas, menjadi wajib hukumnya disampaikan dalam dalam laporan pengurus secara priodik bahkan harus dilakukan pada tiap-tiap usai event atau penyelenggaraan kegiatan” Jalih Pitoeng menuturkan.

“Oleh karena itu, jika ada penyimpangan dan atau penyalahgunaan wewenang terkait hal tersebut, bukan saja bisa berdampak pada ‘Mosi Tidak Percaya’ tapi juga bisa merambah pada pristiwa yang bernuansa pidana. Apalagi ini bukan angka ribuan. Tapi jutaan bahkan milyaran rupiah” pungkas Jalih Pitoeng menegaskan. (Mj).

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *