JAKARTA | JacindoNews – Pilkada Jakarta yang tak lama lagi digelar, kini semakin ramai nama-nama besar bermunculan. Nama-nama tersebut dimunculkan oleh beberapa partai calon pengusung.
3 mantan gubernur disebut-sebut sebagai calon kuat gubernur DKJ pada pilkada yang akan diselenggarakan pada November 2024 kali ini.
Sebut saja PKS yang lebih awal menyatakan akan mendukung Anies Baswedan dan Sohibul Iman yang disusul oleh partai NasDem walaupun akhirnya ada pernyataan bahwa NasDem berpotensi gagal dukung Anies.
Kemudian Golkar menyebut nama mantan gubernur yang sukses memimpin Jawa Barat Ridwan Kamil yang terakhir samar-samar terdengar Golkar menyebut Yusuf Hamka dan Kaesang. Demikian pula Ahok yang akan diusung oleh PDIP untuk kembali berkontesasi di tanah Betawi.
Dari sekian banyak nama-nama yang terlontar dalam proses kandidasi tersebut oleh partai-partai pengusung, tak ada satupun nama yang dimunculkan dari putra terbaik Betawi selaku pemilik negeri.
Salah satu pendorong diberlakukan nya kembali UUD 1945, aktivis kritis kelahiran Betawi Jalih Pitoeng, menyoroti secara serius kebijakan dan keputusan partai menjelang Pilkada DKJ (Daerah Khusus Jakarta).
“Janganlah kita menjadi bangsa yang durhaka” kata Jalih Pitoeng, Senin (05/07/2024).
“Karena kita telah menghianati amanat undang-undang 1945 yang disusun oleh para pendiri bangsa sebagai landasan kita dalam berbangsa dan bernegara” tegas Jalih Pitoeng.
Diawali dengan ajakan Jalih Pitoeng untuk sejenak mengheningkan cipta guna mengenang para pahlawan kemerdekaan, Jalih Pitoeng mengingatkan bahwa secara historis Betawi atau Jakarta punya andil besar terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa ini.
Bahkan dirinya menyebut beberapa ulama dan kiyai pejuang kemerdekaan dari tanah Betawi seperti Haji Darif dan Kiayi Nur Ali yang memimpin perlawanan terhadap kaum penjajah.
Menurut Jalih Pitoeng, sebagai bangsa yang besar, bangsa yang multi kultur, multi etnis dan berfalsafah Pancasila serta menjunjung tinggi kebhinekaan yang terbingkai dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengapa bangsa yang dimerdekakan atas perjuangan para pahlawan ini lebih cenderung menerapkan demokrasi liberal ala barat.
“Mengapa kita lebih bangga dengan pemikiran-pemikiran demokrasi barat yang sesungguhnya belum tentu cocok dengan kultur bangsa Indonesia yang lebih mengedepankan musyawarah mufakat dan gotong royong” kata Jalih Pitoeng.
“Oleh karena itu marilah kita kembali menerapkan UUD 1945 yang mengedepankan musyawarah mufakat sebagai sistem bernegara kita sebagaimana termaktub pada sila ke 4 Pancasila” ajak Jalih Pitoeng.
“Pak Amien Rais saja sudah menyadari kekeliruannya. Termasuk ibu Mega” celetuk Jalih Pitoeng mengingatkan.
Aktivis yang dikenal sangat kritis, religis dan nasionalis inipun mengingatkan tentang bahaya nya sistem demokrasi liberal bagi bangsa Indonesia.
“Jika hal ini terus dibiarkan, maka sangat berbahaya bagi bangsa ini” lanjutnya menegaskan.
“Karena tidak tertutup kemungkinan demokrasi liberalis ini akan berkembang menjadi demokrasi kapitalis. Dimana negara akan dikelola oleh pihak-pihak pemilik modal atau oligarki. Dan ini sangat berbahaya bagi bangsa yang kita cintai ini” Jalih Pitoeng mengingatkan.
Sementara Chairil Sabana salah satu nara sumber yang memiliki latar belakang advokat, menyikapi tentang UUD DKJ.
Menurutnya, UU DKJ dibuat untuk kepentingan rencana pemerintah memindahkan ibukota dari Jakarta ke Kalimantan.
“Undang undang DKJ No. 2 tahun 2024 tentang DKJ memang belum maksimal menterjemaahkan kekhususan tentang Daerah Khusus Jakarta” kata Chairul Sabana.
“Jika dirasa kurang efektif dan kurang menguntungkan bagi kaum Betawi sebagai masyarakat asli Jakarta bisa mengajukan ke Mahkamah Konstitusi” katanya.
Berbeda dengan Jalih Pitoeng, Muhidin Muchtar selaku wakil ketua umum Bamus Betawi dibawah pimpinan Riano Ahmad, menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh pembawa acara yang mengusung tema “Menakar Peluang Kaum Betawi Dalam Kontestasi Pilkada Jakarta” menceritakan tentang betapa sangat berwibawanya Bamus Betawi pada masa lalu. Terutama pada masa kepemimpinan Fauzi Bowo yang sempat mendudukan putra terbaik Betawi tersebut menjadi gubernur DKI Jakarta melanjutkan Sutioyoso.
Terkait Pilkada Jakarta, Muhidin Muchtar menyampaikan keperihatinannya atas terpecahnya Bamus Betawi saat ini. Sehingga dirinya merasa pesimis untuk memenangkan pilkada DKJ bagi anak Betawi untuk memimpin kampoeng nya sendiri.
“Kekuasaan ini harus kita rebut. Dulu zaman nya bang Foke (Red-panggilan akrab Fauzi Bowo) aje kite bisa” kenang Muhidin.
Acara yang dipandu oleh bang Mul selaku pemilik “Sanggar Seni Budaya Betawi Sidup” menjadi semakin hangat. Terlebih saat Jalih Pitoeng menyatakan bahwa dirinya ada sedikit perbedaan sikap dengan Muhidin Muchtar.
“Mohon maaf Abangku, jika kita ada sedikit berbeda pendapat” sela Jalih Pitoeng.
“Dan saya sangat suka dengan perbedaan dan diskusi serta perdebatan. Namun yang argumentatif dan konstruktif tentunya” imbuhnya.
“Jika Abangku pesimis, justru saya masih tetap optimis untuk mendorong putra terbaik Betawi untuk diikut sertakan dalam kontestasi pilkada Jakarta kali ini” ungkap Jalih Pitoeng.
“Karena kita punys beberapa putra Betawi yang memiliki kepatutan dan kelayakan untuk memimpin tanah Betawi ini” sambung Jalih Pitoeng.
“Ada bang aji Marullah Matali yang sudah sangat berpengalaman di birokrasi. Mulai dari walikota, sekda hingga saat ini menjabat sebagai deputi gubernur. Ada juga Profesor Dailami Firdaus yang sudah beberapa priode menjadi senator dari daerah pemilihan DKI Jakarta serta ada juga KH. Lutfi Hakim imam besar FBR sebuah organisasi besar di Betawi yang berbasis massa” lanjut Jalih Pitoeng merinci.
“Artinya bahwa orang-orang yang kami usulkan untuk diikutsertakan dalam kontestasi pilkada adalah para putra Betawi yang punya kompetensi serta sudah teruji bukan asal usul sembarangan” lanjut Jalih Pitoeng.
“Oleh karena itu kami dari Jalih Pitoeng Centre meminta kepada seluruh partai politik pengusung yang ada, terutama kepada para ketua umum wabil khusus kepada Pak Prabowo selaku Presiden Republik Indonesia terpilih sekaligus ketua umum partai Gerindra, Pak Erlangga, Pak Syaikhu, Ibu Megawati, Pak Surya Paloh, Pak Zulhas, Mas AHY, Cak Imin, juga mas Kaesang selaku ketua umum PSI untuk mempertimbangkan sekaligus mengkalkulasi kembali agar putra terbaik Betawi selaku pemilik negeri disertakan demi perolehan suara secara elektoral dalam kontestasi pilkada kali ini” pinta Jalih Pitoeng.
“Dalam kesempatan yang singkat ini, kita juga berharap agar MKB (Majelis Kaum Betawi) selaku lembaga keadatan kaum Betawi yang didalamnya terdapat berbagai ormas kebetawian, sanggar-sanggar silat dan seni budaya serta beberapa Bamus Betawi serta yayasan, agar segera mengambil sikap dan langkah-langkah strategis dalam konteks ini” imbuh Jalih Pitoeng penuh harap.
Jalih Pitoeng juga menguraikan mengapa dirinya begitu ngotot agar putra terbaik Betawi harus dilibatkan. Menurut salah satu inisiator yang sangat gigih berupaya untuk mempersatukan organisasi kebetawian ini juga bukan tidak beralasan.
“Kami kaum Betawi merupakan suku terbesar di Jakarta dengan jumlah penduduk 2,8 juta atau ekuivalen dengan 27% suara yang akan diperebutkan pada pilkada 2024 tahun ini” ucap Jalih Pitoeng menegaskan.
“Kita ketahui berdasarkan data statistik dari BPS bahkan World Population Review, bahwa kaum Betawi menduduki peringkat ke 6 dengan jumlah penduduk 6,88 juta yang tersebar di seluruh Indonesia dan 2,8 juta diantaranya menetap di Jakarta” kata Jalih Pitoeng.
“Saya tidak mengatakan bahwa kaum Betawi akan memboikot Pilkada kali ini jika tidak melibatkan putra terbaik Betawi dalam proses kandidasi hingga kontestasi. Kita kaum Betawi akan mendukung demi kesuksesan pilkada Jakarta. Akan tetapi saya khawatir bahwa kita akan dikecam sebagai bangsa yang durhaka oleh generasi mendatang karena kita telah mengabaikan bahkan menghianati nilai-nilai perjuangan kemerdekaan” pungkas Jalih Pitoeng. (JN)