JAKARTA | Jacindonews – Rasa optimis kebangkitan keadilan bagi bangsa Indonesia mencuat kepermukaan ketika boleh dikatakan tidak terduga oleh siapapun kecuali tentunya pejabat dan pihak terkait, presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Abolisi dan Amnesti kepada Tom Lembong dan Hasto Kristianto secara mengejutkan banyak pihak yang pesimistis bahwa pemerintahan baru ini akan mampu menegakan keadilan yang bersifat nasional apalagi acapkali didengungkan kalau pemerintahan ini masih dibawah kendali mantan presiden Joko Widodo hanya karena Prabowo dirasa cukup intens menemui Jokowi.

Kematangan cara menghadapi rintangan yang menghadang bangsa dan negara ini tampaknya telah dikuasai oleh Presiden Prabowo yang acapkali mulai sulit diterka meskipun saat berbicara didepan publik maupun forum terbuka terlihat bicara apa adanya dan realistis terhadap pertanyaan yang timbul.

Tampaknya keputusan ini akan mulai menjadi barometer yang menentukan pihak-pihak mana yang “asli” mendukung dan mana yang “palsu” terhadap kepemimpinan Presiden Prabowo itu sendiri. Kutu loncat dan penumpang gelap masih cukup banyak diseputaran pemerintahan Prabowo ini sehingga lambat laun akan terfiltrasi menjadi pemerintahan yang kuat, solid dan bersih.

Jadi publik pun mulai menduga-duga dan berbalik penilaiannya atas kunjungan Prabowo menemui Jokowi dikediaman yang dinilai sering sejak memangku jabatan presiden, sampai-sampai dikatakan Prabowo tengah menghadap atasannya. Publik lupa menilai apa perasaan Jokowi terhadap kunjungan Presiden Prabowo itu sendiri.

Padahal kalau merunut kilas balik bagaimana ambisiusnya Jokowi untuk tetap dapat duduk disinggasana kekuasaannya dengan upaya merubah masa jabatan hingga ingin mencuri waktu perpanjangan masa jabatan selama dua tahun lagi, maka semakin jelas bahwa sebenarnya Jokowi tidak legowo melepas jabatan itu pada siapapun, alhasil setidaknya Jokowi ingin jadi pengendali pemimpin berikutnya.

Maka ketika sang putra Gibran Rakabuming yang membantah sebagai pemilik akun fufufafa yang memuakan itu berhasil disandingkan dengan Presiden Prabowo lewat drama “pembatasan usia” capres cawapres, tak pelak lagi Jokowi pastinya masih merasa sebagai pusat kekuatan kekuasaan politik. Jumawa terselubung.

Jokowi memang matang dalam menjahati pihak lawan, meneror, berbohong, intimidasi, menjebak adalah cara-caranya menguasai siapapun yang berpotensi membahayakan posisinya. Tapi sayangnya dia lupa “ada langit diatas langit”, Jokowi lupa bahwa pergantian kepemimpinan berarti pergantian kekuasaan dan wewenang.

Ironisnya lagi pasca purna tugas mendapat surat pemecatan dari partai yang membesarkannya, status tercatat diberhentikan dengan tidak hormat, status tak tercatat adalah penghianat, baik partai maupun rakyat. Pun kasus ijazah palsu membayanginya siang dan malam.

Sementara Presiden Prabowo Subianto membenahi satu per satu masalah yang baik langsung atau tidak dampak dari kebijakan Jokowi lewat sepak terjang kroninya, antek maupun buzzer yang seakan berbiaya tiada batas pun tiada jera pula. Koruptor pendukungnya merajalela, tahu tapi tidak ditindak.

Posisi Presiden Prabowo sendiri jelas, mengambil tindakan tapi tidak menyerang individu siapapun, berbeda dengan Jokowi yang menuding adanya “orang besar” dibalik kasus ijazah palsunya, Prabowo mengambil langkah secara terukur sejauh ini.

Kembalinya gas “melon” sesuai sistem distribusi pengecer, kasus korupsi Pertamina Reza Chalid, Makan Gratis bagi siswa sekolah, kasus PPATK, berbagai ranah hukum dan politik semakin nyata cepat ditangani dan memberi harapan bahwa Presiden Prabowo Subianto berusaha memakai jurus bijaksana dalam penanganan berbagai masalah bangsa namun ada kalanya terasa maut bagi pihak-pihak atau oknum-oknum yang berusaha tanpa henti merusak negeri kaya raya ini. (**).

** Adian Radiatus

By Admin

error: Content is protected !!