JAKARTA | JacindoNews – Rabu (10/9/2025). Tuhan itu menghisab hambanya berdasarkan keilmuanya, hal ini menunjukan betapa Maha Adilnya Tuhan yang juga pasti sangat mengetahui bahwa sebuah keilmuan yang tinggi dan dimiliki seseorang apabila tidak dibarengi dengan sifat dan sikap mental serta akhlaq yang baik sebagai sebuah pribadi maka hanya akan berbuah kehancuran pada dirinya maupun orang sekitarnya, dalam hal ini Tuhan YME ingin menunjukan ajarannya kepada umat manusia bahwa sebuah ilmu dapat berguna dan bermanfaat, sekaligus dapat pula menghancurkan tergantung pribadi yang memiliki dan menerapkannya, hingga ada sebuah peribahasa “Semakin Pintar Seseorang, Namun Hakekatnya semakin Bodohlah orang itu”, peribahasa ini juga dapat diartikan dengan berbagai pendapat, dan dari sini akan terlihat sifat, sikap dan kecerdasan spirituil dari pribadi tersebut.
Dalam teori dan prinsip dasar pendirian sebuah negara, terdapat 3 unsur dominan yang utama yaitu unsur Rakyat (penduduk), unsur Wilayah dan unsur Pengakuan, hal ini sekarang jarang kita temui dalam berbagai pembahasan polemik bernegara, walaupun banyak teori yang dimunculkan namun tidak ada yang menyentuh esensi dasar dari setiap teori dan hanya sekedar menimbulkan perdebatan yang sarat akan kepentingan kelompok atau pribadi.
Kembali pada teori dasar pembentukan sebuah negara dimana rakyat menjadi faktor utama dan dominan sebagai Pemilik Kedaulatan maka sesungguhnya rakyat dapat melakukan sebuah tindakan hukum apabila terjadi sebuah penyimpangan oleh pengelola negara yaitu pemerintah yang telah dipilih dan diberikan mandat oleh rakyat melalui langkah hukum seperti yang disebut tindakan Citizen Lawsuit atau dalam terminologi bahasa Indonesia nya (Hak Gugat Warga Negara) sebagai salah satu upaya dalam membangun pemahaman masyarakat terhadap Konstruksi Hukum Demokrasi, hal ini yang sedang digalakan oleh Poros Alternatif seperti yang diungkapkan oleh Andy Boxer selaku Ketua Umum dibawah pembinaan Mayjen TNI (Purn) Tatang Zaenudin dan dibawah bimbingan dewan penasehat Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein bersama Tokoh-tokoh sesepuh Jenderal TNI dan pengamat lainnya sebagai dewan pakar seperti Amir Hamzah, Brigjen Mar TNI (Purn) Bastian Umar..dll, hal ini sebagai upaya dan semangat Poros Alternatif dalam ikut serta mencerdaskan bangsa serta menumbuh kembangkan nilai-nilai nasionalisme serta edukasi konvensional agar menumbuhkan rasa cinta tanah air yang mudah dipahami serta smooth pungkas Ketua Umum Poros Alternatif Andy Boxer, kerangka berpikirnya harus dikembalikan kepada nilai-nilai luhur akal sehat, sikap mental, budi pekerti dari falsafah kearifan lokal bangsa kita sendiri yang sangat tinggi dan sangat dihargai justru oleh warga asing, kenapa kita sebagai bangsa sendiri malah sulit dan lebih berkutat dengan teori-teori yang dihasilkan dari pemikiran bangsa lain, ini point krusial daripada stagnasi kondisi bangsa dan negara ini.

Andy Boxer sebagai Ketua Umum Poros Alternatif sudah mendelegasikan dan memberikan disposisi kepada Ketua Bidang Program Hukum Poros Alternatif M.A.Gumilang SH.MH untuk melakukan langkah dan program ini demi mencerdaskan anak bangsa dan menciptakan stabilitas berdasarkan akal sehat, sikap mental serta intelektual akademik dan akhlaq juga nasionalisme.
MASIFKAN HAK GUGAT WARGA NEGARA SEBAGAI KONTROL PENYALAHGUNAAN KEKUASAAN PEMERINTAH
Oleh : Mohammad Aryareksa Gumilang S.H
(Kabid. Program Hukum Poros Alternatif)
Menurut Teori kontrak sosial J.J. Rousseau adalah tentang kesepakatan bersama untuk membentuk negara demi kebebasan dan kebaikan umum diwujudkan melalui kehendak umum rakyat dapat dilihat relevansinya dalam konsep negara yang bersumber dari kedaulatan rakyat, seperti tercermin dalam Konstitusi kita, di mana setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban demi kebaikan bersama. Dengan termaktubnya konsep Negara Hukum di Konstitusi pula maka penyelenggaraan negara pun harus menjamin hak-hak warga Negara agar setiap warga Negara mendapat perlindungan dari penyalahgunaan kekuasaan.
Mengutip kalimat dari Lord Acton (John Emerich Edward Dalberg Acton) yang terkenal bahwa: “Power tends to corrupt, absolut power corrupts absolutly”, muncul dari penyalahgunaan kekuasaan berlebihan (abuse of power), ambisi pribadi, dan ketidakseimbangan dalam distribusi kekuasaan, yang dapat mengakibatkan ketidakadilan, pelanggaran hak asasi manusia, dan kesenjangan sosial.
Menyadari potensi tersebut maka diadakanlah norma hukum untuk membatasi kekuasaan agar tidak terjadi penyalahgunaan, kesewenang-wenangan, dan pelanggaran hak asasi manusia. Dengan begitu maka hukum ditempatkan di posisi tertinggi sehingga semua tindakan pemerintah dan warga negara harus berdasarkan hukum yang berlaku, menjamin keadilan, dan melindungi masyarakat dari pihak manapun.
HAK GUGAT WARGA NEGARA ADALAH KEBUTUHAN NEGARA HUKUM MODERN YANG DEMOKRATIS
Secara teoritis bahwa negara hukum modern yang demokratis menjamin setiap warga negaranya memiliki hak yang sama di hadapan hukum. Rasionalisasi dari jaminan ini menurut Jean Jacques Rousseau adalah bahwa, warga Negara merupakan pihak yang tidak terpisahkan dengan Negara, karena Negara disusunberdasarkan kontrak sosial antara warga Negara yang diperintah dengan penyelenggara Negara yang memerintah. Sebagai implikasinya rakyat berhak mengingatkan pemimpin negaranya apabila melakukan kesalahan yang mengakibatkan kerugian terhadap publik
Indonesia adalah Negara Hukum yang demokratis dan menjunjung tinggi Perlindungan HAM. Beranjak dari pemikiran inilah lahir gugatan Citizen Lawsuit (Hak Gugat Warga Negara) yang bertujuan untuk mengakomodir perlindungan Hak Asasi Manusia. Citizen lawsuit/actio popularis merupakan salah satu mekanisme gugatan sebagai perwujudan akses individual/orang perorangan warga Negara untuk kepentingan keseluruhan warga Negara atau kepentingan publik, dimana setiap warga Negara dapat melakukan gugatan terhadap tindakan atau bahkan pembiaran (Omisi) yang dilakukan Negara terhadap hak-hak warga Negara.
Pembangunan hukum tidak dapat dipisahkan dari perkembangan masyarakat yang diiringi pula dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, sistem hukum Indonesia yang menganut tradisi sistem civil law telah tercampur mengadopsi mekanisme hukum yang berasal dari tradisi sistem hukum common law yang dianut oleh negara-negara Anglo Saxon.
Di dunia peradilan Indonesia muncul beberapa model gugatan yang sebelumnya tidak dikenal dalam proses beracara dalam lingkungan peradilan di Indonesia yang merupakan adopsi dari sistem hukum common law. Diantara model gugatan baru tersebut adalah Gugatan “Citizen Lawsuit” atau dalam terminologi hukum Indonesia saat ini diterjemahkan sebagai “Gugatan Warga Negara”.
Dasar hukum yang melatarbelakangi Hakim menerima menerima gugatan tersebut adalah ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang – undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa seorang hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang ditujukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas.
Seharusnya yang menjadi pokok objek gugatan dalam gugatan ini adalah mengenai sikap tindak pemerintah (Negara) dalam menjalankan urusan pemerintahan (bestuurzorg) yang mana semestinya hal ini merupakan ranah hukum publik dengan dasar kewenangan diskresioner lembaga eksekutif karena belum diatur Undang – Undang atau tidak diamanatkan dalam Undang – Undang selama tidak melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur), Detournement de Pouvoir (Penyalahgunaan Wewenang), dan tidak melakukan Willekeur (sewenang-wenang).
Demikian hemat penulis sebagai Kadiv Hukum Poros Alternatif yang mempunyai tugas menumbuhkan kesadaran dan wawasan hukum.
Semoga dengan tulisan ini dapat menginpirasi perjuangan bahwa Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan (Machstaat) sehingga Hak Gugat Warga Negara adalah kebutuhan hukum warga negara agar kontrol masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan semakin masif bukan dengan cara aksi – aksi anarkisme yang melawan hukum negara. (Jac-Red)