JAKARTA | JacindoNews – Kamis (13/11/20259). Citra nama baik Kelenteng atau Wihara Amurva Bhumi – Karet kembali ternoda oleh adanya perilaku pihak Yayasan yang semena-mena dalam menentukan Pengurus atau Perawat Kelenteng yang lazim disebut Lo Cu karena proses pemilihan tidak lazim sesuai tata ritual yang bernama Pa Pue dan Sio Pue, dihadapan altar suci Dewa atau Kong Co di ruang sembahyang.
Melalui Forum Peduli Wihara Amurva Bhumi yang sejak setahun lalu telah mencoba mencari jalan penyelesaian atas berbagai konflik yang ditimbulkan akibat kebijakan dan cara-cara pengelolaan oleh pengurus agar yang dinamai para Lo Cu dipilih sesuai etika dan tata keagamaan yang lazim berlaku secara tradisi peribadatan.
Pihak Yayasan senantiasa berkilah telah sesuai aturan sementara ada umat atau Lo Cu yang telah berdedikasi puluhan tahun terabaikan dengan sikap arogansi ketua dan oknum di yayasan. Patut disayangkan.
Adalah ketua bagian dapur (Seksi Dapur), ibu Tan Goat Eng, seorang umat yang telah mendedikasikan dirinya mengurus segala kebutuhan konsumsi makanan umat termasuk para pengurus yayasan selama bertahun-tahun dan tentunya dengan sangat baik dan terkadang melebihi espektasi umat dalam hidangan yang disiapkannya, tak dinyana harus menerima Surat Somasi dari kantor pengacara yang ditunjuk Yayasan agar tidak lagi mengurus dapur.
Tentu saja selain memalukan dan membuat aib terhadap nama baik Wihara juga mencerminkan betapa arogansinya pengurus Yayasan yang seakan Wihara sebagai milik pribadi semata-mata.
Bayangkan saja seorang kepala dapur bukanlah orang yang bisa diperlakukan semaunya oleh oknum Yayasan apalagi lewat pengacara yang suratnya sangat merendahkan dan berpotensi melakukan tindakan penghinaan menyoal kesehatannya.
Lagipula persoalan ini sesungguhnya adalah persoalan intern antara oknum Yayasan dengan ibu Tan Goat Eng, sehingga menunjuk pengacara untuk “mengusir” Pengurus lain tidaklah beretika keagamaan.
Sementara itu dalam surat kuasa yang dilampirkan tercantum biaya pengacara dimaksud sebesar Rp 5 Juta rupiah per bulan yang notabene ini adalah uang dana kebajikan dari umat untuk kembali kepada pembinaan umat dan pemeliharaan Wihara, bukan malah membayar pihak luar untuk menyerang kehormatan umat pengurus dapur tersebut dan lainnya.
Dalam konteks ini, maka pihak pengacara diharapkan kesadarannya untuk tidak ikut mencampuri urusan intern antar Umat Pengurus Yayasan dan Umat Pengurus Kelenteng Wihara Amurva Bhumi Karet ini. Jangan malah karena dibayar lantas boleh semaunya ikut campur urusan internal yang seyogianya dapat menempuh jalur kekeluargaan dan keagamaan, baik melalui Lembaga Bimas Buddha Jakarta atau Bidang Bintal Provinsi Jakarta. (**).
**Adian Radiatus
