JAKARTA | JacindoNews – Dalam rangka memperingati Hari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Sedunia tahun 2025 yang pada hari Rabu (19/11/2025).
Hari PPOK sedunia diperingati setiap hari rabu ketiga di bulan November. Peringatan ini merupakan momentum global untuk meningkatkan kesadaran terhadap penyakit yang mematikan, namun sering kali terabaikan.
“PPOK merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di dunia,” demikian disampaikan oleh Prof. dr. Ratnawati, MCH, Sp.P(K), PhD dalam press conference online via zoom pada Rabu (19/11/2025) dengan tema “world COPD day – pulmonary hypentension awareness month 2025.”
dr. Ratnawati mengungkapkan, WHO melaporkan bahwa PPOK menyebabkan 3,23 juta kematian pada tahun 2019. Hampir 90% kematian PPOK terjadi pada kelompok usia di bawah 70 tahun.
“Tingkat kematian yang lebih tinggi dilaporkan pada negara berpenghasilan rendah dan menengah, seperti Indonesia. Prevalensi PPOK di Indonesia berkisar di angka 5,6 %.,” ujarnya.
Menurutnya, selain kematian, PPOK juga akan mengganggu kualitas hidup pasien. PPOK menyebabkan gejala pernapasan yang persisten dan progresif, termasuk kesulitan bernapas, batuk, dan
produksi dahak.
Dia katakan, bahwa Pasien PPOK sering mengalami eksaserbasi dan akan mengalami penurunan produktivitas bermakna dalam hidupnya.
“PPOK tidak hanya mengurangi kualitas hidup pasien membuat aktivitas sehari-hari seperti berjalan dan mandi menjadi sulit tetapi juga menimbulkan beban ekonomi yang besar bagi keluarga dan sistem kesehatan nasional,” imbuhnya.
Tema ini bertujuan untuk menekankan bahwa sesak napas, yang sering dianggap sebagai bagian normal dari penuaan atau kelelahan, padahal bisa jadi hal tersebut merupakan tanda awal PPOK.
PPOK sering kali baru terdiagnosis pada stadium lanjut, ketika kerusakan struktur paru dan faal paru sudah terganggu secara signifikan.
Dengan mengaitkan sesak napas terhadap PPOK, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia mendorong masyarakat dan tenaga kesehatan untuk waspada lebih awal dan segera terdorong untuk melakukan deteksi dini melalui pemeriksaan faal paru atau spirometri.
Gejala sesak napas, batuk kronis, atau produksi dahak berlebihan harus diwaspadai, terutama pada individu yang memiliki riwayat merokok (aktif maupun pasif) atau terpajan polusi udara dan debu kerja dalam jangka panjang.
Meskipun PPOK adalah penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan, pengobatan yang tepat dan intervensi dini dapat secara signifikan memperlambat progresivitas penyakit, meredakan gejala, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Melalui Hari PPOK Sedunia 2025 ini, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menyerukan seruan utama untuk masyarakat: Jika Anda atau orang terdekat Anda sering mengalami sesak napas, batuk kronis, atau mengi, jangan tunda untuk berkonsultasi dengan dokter. (Jn).
