JAKARTA, Jacindonews – Pemilu sudah didepan pintu. Namun kebisingan tentang isyu tunda pemilu pun juga menderu. Mulai dari isyu rencana perpanjangan 3 priode, gugatan partai yang tidak lolos di KPU hingga berbagai manuver lainnya untuk menunda pemilu. Seakan diskusi yang tidak bertepi.
Namun tidak demikian bagi seorang aktivis yang sempat menikmati bengis nya rezim Jokowi ini. Menurutnya bahwa pemilu harus dilaksanakan sesuai agenda yang telah ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Jalih Pitoeng bahkan lebih menegaskan bahwa penundaan pemilu adalah pelanggaran sekaligus penghianatan terhadap undang-undang.
“Penundaan pemilu adalah sebuah pelanggaran sekaligus penghianatan terhadap undang-undang. Karena kekosongan kepemimpinan diakhir masa jabatan presiden merupakan titik yang sangat membahayakan bagi bangsa ini” ungkap Jalih Pitoeng, Senin (10/03/2023).
Lalu kemana rakyat akan menentukan pilihannya. Pernyataan Ketua Komisi III dari PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) Bambang Wuryanto atau yang populer dipanggil Bambang Pacul saat Rapat Dengar Pendapat antara Komisi III DPR RI dengan Menkopolhukam Mahpud.MD tentang aliran dana mencurigakan dengan jumlah yang sangat pantastis 349 triliun, telah mengkonfirmasi kepada seluruh rakyat Indonesia mengenai apa yang pernah dinyatakan oleh seorang aktivis kelahiran betawi Jalih Pitoeng tentang istilah yang dicetuskannya dalam orasi pada aksi-aksi unjuk rasa ‘Menolak Pemilu Curang dan Revisi UU KPK’ pada 2019 silam di DPR MPR, yang menurutnya bahwa Indonesia telah mengalami “Disfungsi Parlemen”.
“Republik di sini ini gampang Pak, Senayan ini, lobinya jangan di sini Pak, ini korea-korea ini nurut bosnya masing masing, di sini boleh ngomong galak Pak, Bambang Pacul ditelepon Ibu (Megawati), Pacul berhenti, ya siap, laksanakan,” kata Bambang, Rabu (29/03/2022)
Menurut Jalih Pitoeng, DPR yang seharusnya menjadi lembaga kontrol, justru kini telah berubah menjadi lembaga pengkatrol berbagai kebijakan pemerintah.
“Perlu saudara-saudara ketahui bersama, bahwa Indonesia saat ini telah mengalami disfungsi parlemen. Dimana DPR yang seharusnya menjadi lembaga kontrol, justru saat ini menjadi lembaga pengkatrol berbagai kebijakan pemerintah” teriak Jalih Pitoeng saat pimpin aksi di DPR MPR, Jum’at (20/09/2023).
Mulai dari revisi UU KPK yang disinyalir akan melemahkan KPK dan kini terbukti, hingga lahir sungsang UU Cipta Kerja atau yang lebih dikenal Omnibuslaw yang hingga saat ini masih ditolak kehadirannya sekaligus diminta untuk dibatalkan karena DPR selaku wakil rakyat telah ikut mensahkan menjadi undang-undang.
Termasuk saat ini yang sedang bergulir tentang keinginan rakyat untuk segera diterbitkannya undang-undang tentang “Perampasan Aset” bagi para koruptor hasil korupsi. Karena jika tidak dilakukan perampasan dan hukuman yang seberat-beratnya kecil kemungkinan korupsi bisa diberantas dinegeri ini.
Bahkan yang lebih menjijikan lagi adalah bahwa harta dan aset hasil kejahatan korupsi bisa mereka gunakan kembali untuk melakukan kampanye dan sosialisasi diri usai kembali dari bui untuk tampil sebagai calon peserta kontestasi yang seakan menganggap bahwa rakyat telah buta dan tuli.
Secara konstitusional memang betul bahwa DPR adalah wakil rakyat dan mitra pemerintah. Namun secara faktual dan fungsional DPR ternyata hanyalah wakil partai yang manut, tunduk dan patuh kepada pimpinan partai.
Walaupun mungkin masih ada beberapa anggota DPR dari beberapa partai yang masih tetap memegang teguh sumpah jabatannya serta mengemban amanah bagi rakyat yang telah memilih dan mengirim mereka ke Senayan.
Kini rakyat dihadapkan dengan 3 pilihan. Memilih Caleg dari partai politik, Calon DPD (Dewan Perwakilan Daerah) atau tidak memilih keduanya.
Menurut sosok aktivis yang kerap menyuarakan untuk kembali memberlakukan UUD 1945 yang asli dan menerapkan Pancasila secara murni dan konsekwen ini, bahwa pilihan kedua merupakan pilihan yang kecenderungannya lebih dekat dengan prinsip falsafah bangsa kita yaitu Pancasila. Khususnya sila ke empat Pancasila.
Dimana rakyat memiliki perwakilan mereka dari masing-masing daerah secara representatif guna mewakili konstituen untuk menjadi aspirator serta artikulator mereka di parlemen dalam rangka memenuhi keinginan rakyat yang telah memilihnya.
“Namun semua itu kembali lagi kepada rakyat yang akan menentukan. Rakyat dapat melihat, mendengar serta merasakannya selama ini tentang arti dan fungsi para wakil rakyat yang telah mereka pilih” pungkas Jalih Pitoeng.
*(LI)