JAKARTA | Jacindonews – Kasus Ponpes Al-Zaytun pimpinan Panji Gumilang, sampai saat ini masih tetap menjadi “Juara” alias “trending topic” di hampir semua media arus utama. Media massa dan sosial seperti berlomba untuk memberikan pro-kontra terkait Ponpes yang berdomisili di Indramayu ini.

Al-Zaytun yang mengajarkan pendidikan agama Islam yang cenderung berbeda ekstrim dengan ajaran ritual Islam yang lazim, menjadi kontroversi di masyarakat. Anehnya, Ponpes ini beserta Panji Gumilang sebagai Pemilik dan Pemimpinnya tetap saja melenggang kangkung menjalankan aktifitasnya sebagaimana biasa.

Al-Zaytun seolah-olah bersikap santai bahkan terlihat “melawan” sikap penolakan dari mayoritas umat muslim yang ditunjukkan dari beberapa kali aksi demo dan unjuk rasa dari Forum Indramayu Menggugat (FIM).

Kasus Al-Zaytun sudah ditangani MUI, Polri dan Pemerintah Pusat. Namun, sampai saat ini belum ada kepastian dan kejelasan terkait status Al-Zaytun, apakah tetap berlanjut seperti biasa atau akan dihentikan oleh sebuah putusan pemerintah yang berwenang atau putusan hukum melalui pengadilan. Kita, khususnya mayoritas umat Islam Indonesia, menunggu keputusan Pemerintah dan Pengadilan, terkait keberadaan dan masa depan Al-Zaytun dengan penuh harap. Akankah Putusan tentang Al-Zaytun sesuai dengan harapan mayoritas masyarakat atau justru malah sebaliknya?

AL-ZAYTUN MERUSAK DAN MERUGIKAN UMAT ISLAM INDONESIA

Terlepas dari keyakinan pihak Ponpes Al-Zaytun yang terkesan “keukeuh” untuk tetap melaksanakan keyakinannya terkait ritual2 yang berbeda dengan ajaran Islam yang sejatinya sudah menjadi pedoman dan acuan umat Islam sedunia, model “antitesis” Al-Zaytun ini perlu dipertanyakan, didalami dan dicari tahu asal-usul dan penyebabnya.

Ada beberapa ritual agama Islam yang sudah sangat vulgar “menentang” ritual yang sudah lazim dan bahkan bersumber dari sunnah dan hadis nabi Muhammad SAW yang sahih, seperti sholat berjamaah yang berjarak, ada dua asisten Imam dibelakang garis Imam, Khotbah oleh Khatib Perempuan, umroh bahkan haji tak perlu ke Mekkah, cukup tawaf mengelilingi areal pondok pesantren, dan seterusnya.

Yang menjadi pertanyaan, sejak Ponpes tersebut berdiri pada tahun 1996, kenapa ajaran2 keliru Al-Zaytun tersebut baru sekarang menjadi kehebohan di masyarakat? Apakah karena Ponpes tersebut sangat tertutup dari kehidupan dan hiruk-pikuk masyarakat, kurang pengawasan oleh Pemerintah cq Kemnaker RI atau memang dibiarkan alias ada kesengajaan terjadi dan berlanjut seperti itu?

Hal ini menjadi pertanyaan besar dan polemik yang tak pernah tuntas di masyarakat. Bahkan ada selentingan issue, Al-Zaytun bisa beroperasi dikarenakan dibeking oleh orang2 kuat, elite politik dan Jenderal purnawirawan. Hal ini perlu segera pembuktian secara objektif, profesional dan berdasarkan asas transparansi dan sesuai aturan hukum positif yang berlaku.

Satu hal ironis, ditengah polemik yang makin meruncing di masyarakat, jumlah pendaftar untuk masuk menjadi siswa ponpes tersebut akhir2 ini malah melonjak tajam. Padahal dengan biaya pendaftaran yang mahal plus biaya bulanan yang tinggi, tentu saja siswa2 ponpes ini akan diisi oleh masyarakat kelas menengah keatas saja.

Inilah fakta sosial kita: kehebohan sosial atas sebuah Ponpes yang melanggar banyak aturan ritual normal keagamaan, malah meningkatkan citra dan menjadi idola masyarakat.

Preseden diatas, memperlihatkan masyarakat kita secara umum belum dewasa, belum matang dan belum cerdas serta belum analitis dan kritis dalam mencerna setiap informasi yang ada.

Mereka justru melihat keberbedaan dan eksklusifitas Al-Zaytun justru meningkatkan level dan status sosial keagamaan mereka. Padahal Ponpes tersebut masih bermasalah besar dengan sistem pendidikan dan pengajarannya, sebagaimana sedang dilakukan investigasi mendalam oleh pihak2 berwenang di negeri ini.

Dengan kehebohan sosial tersebut, Al-Zaytun tak perlu lagi mempromosikan diri ke masyarakat, terkait dengan keberadaan ponpes mereka. Strategi pencitraan, promosi dan marketing Ponpes Al-Zaytun telah banyak dibantu dan terbantu oleh berita2 di media massa arus utama dan media2 sosial.

Kita semua berharap, cukup sudah kasus Al-Zaytun menjadi sebuah pembelajaran dan pengalaman pahit dalam sebuah sistem pondok pesantren bahkan lembaga2 pendidikan lainnya. Masyarakat, Pemerintah, Para tokoh dan kaum ulama serta Aparat Kepolisian harus selalu mewaspadai dan peduli serta mengawasi keberadaan dan sistem pendidikan yang dilaksanakan pada lembaga2 pendidikan yang ada. Karena hasil “outcome” sistem pendidikan dan pengajaran yang salah dan keliru, tentu akan menghasilkan manusia2 salah dan keliru yang berdampak langsung kepada orang lain dan kehidupan sosial.

Pendidikan adalah awal dari pembentukan manusia2 berhati mulia, berkarakter, jujur, kompeten dan profesional. Bukan manusia2 yang bisa merusak tatanan kehidupan sosial yang berdampak langsung terhadap keberlangsungan negara dan bangsa tercinta.”**

“Investasi dalam pengetahuan menghasilkan bunga terbaik.” – Benjamin Franklin.

Bekasi 02 Juli 2023

**Penulis: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pemerhati Sosial-Politik, Hukum & Ketenagakerjaan)

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *