JAKARTA | Jacindonews – Dalam hitungan bulan, Indonesia akan mengadakan pesta demokrasi yaitu Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 yang akan diadakan pada tanggal 14 Februari 2024. Berbagai persiapan baik dari pemerintah RI, penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU, pengawas Pemilu atau Bawaslu sampai dengan partai politik yang ikut dalam Pemilu 2024 beserta para calon legislatif atau caleg yang ikut dalam kontestasi mempersiapkan diri dalam ajang pesta demokrasi Indonesia 2024.

Dalam setiap penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, tidak dipungkiri, setelah penyelenggaraan, ada saja permasalahan yang terjadi seperti sengketa. Hal-hal tersebut harus menjadi perhatian bersama dari semua aspek dan pihak, agar permasalahan tidak semakin besar dan dapat diselesaikan dengan jalur hukum yang diatur oleh perundang-undangan Republik Indonesia.

Hal mengenai penyelesaian sengketa Pemilu inilah yang menjadi topik dalam penyelenggaraan Webinar yang diadakan oleh DPC Peradi Jakarta Barat bekerjasama dengan alumni Pendidikan Khusus Profesi Advokat atau PKPA Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM ke VI.

Acara yang berlangsung secara online atau zoom ini diselenggarakan pada hari Rabu (20/09/2023), pukul 10.00 sampai 12.00 wib. Jumlah peserta yang mengikuti webinar ini kurang lebih sebanyak 375 peserta.

Sebagai narasumber adalah Dr. Heru Widodo, S.H., M.Hum. (Praktisi hukum dan dosen). Opening Speech acara dibuka oleh ketua DPC Peradi Jakarta Barat Suhendra Asido Hutabarat, S.H., S.E., M.M., M.H., dengan moderator webinar Jecktar Silitonga, S.H. Acara ini juga didukung oleh bidang pendidikan berkelanjutan dan pengembangan Advokat DPC Peradi Jakarta Barat. Acara dibuka dengan MC Agus Hidayat, S.H.

Dalam kata sambutan pembukaan acara webinar, ketua DPC Peradi Jakarta Barat Suhendra Asido Hutabarat, S.H., S.E., M.M., M.H.,”Saya ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang mendukung acara webinar ini. Dalam kurun waktu 3 tahun, sudah banyak kelas PKPA yang kita adakan dan lulusan PKPA sudah banyak yang lulus. Setelah kegiatan PKPA, kami dari DPC Peradi Jakarta Barat ingin setiap alumni mengadakan kegiatan lainnya. Acara Webinar ini untuk pertama diadakan oleh alumni PKPA angkatan VI dari IBLAM,” ujarnya.

Ketua DPC Peradi Jakarta Barat Suhendra Asido Hutabarat, S.H., S.E., M.M., M.H. saat memberikan kata sambutan.

Asido menambahkan,”Pembicara webinar saat ini sangat berpengalaman dalam pembahasan mengenai sengketa Pemilu. Kedepan kami akan mengadakan kembali webinar dengan tema lainnya dari DPC Peradi Jakarta Barat dengan Alumnus PKPA Peradi. Sukses selalu, ” ujar Suhendra Asido dalam kata sambutan pembukaan acara webinar.

Dalam paparannya, Dr. Heru Widodo, S.H., M.Hum. mulai membahas dibuka dengan menjelaskan Sistem Keadilan Pemilu dibedakan dengan Pelanggaran dan Sengketa dalam Pemilihan Umum. “Dalam Sistem Keadilan Pemilu, dibedakan menjadi dua. Pelanggaran Pemilu meliputi pelanggaran Administrasi, Pidana, TSM (terstruktur, sistematis dan masif), Kode Etik. Untuk Sengketa Pemilu meliputi Administrasi, Tata Usaha Negara Pemilu, Hasil Pemilu.”

Dr. Heru Widodo, S.H., M.Hum.

“Dalam penyelesaian sengketan Pemilu, kompetensi peradilan Pemilu melewati proses Administrasi kemudian melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dilanjutkan ke TUN Pemilu hingga ke tahap PTUN. Sedangkan untuk keputusan akhir berada di ranah Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI). Dalam penyelesaian sengketa Pemilu, setelah melewati Bawaslu kemudian KPU harus menjalankan hasil putusanputusan dikabulkan, jika tidak maka akan diteruskan ke TUN Pemilu yang kemudian dilanjutkan ke PTUN, ” jelasnya.

“Contoh sengketa Administrasi Pemilu seperti sengketa penetapan parpol sebagai peserta pemilu dan penetapan DCT peserta Pemilu.”

Mahkamah Konstitusi memperketat syarat pencalonan bagi kandidat pada :

  • Pemilihan kepala daerah dengan Putusan MK Nomor 56/PUU-XVIl/2019 (syarat calon dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g UU 10/2016 harus melalui jeda 5 tahun) => MK mengubah Putusan MK sebelumnya Nomor 4/PUU-VII2009 yang memberlakukan syarat alternatif
  • Pemilihan Anggota DPR dan DPRD dengan Putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 (syarat calon dalam Pasal 240 ayat (1) huruf g UU 7I2017 harus melalui jeda 5 tahun).

Pengetatan persyaratan ini berkaitan dengan mantan terpidana yang akan menjadi peserta pemilu, dengan ketentuan harus melewati lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Jangka waktu lima tahun tersebut digunakan sebagai proses bagi mantan terpidana untuk beradaptasi dengan masyarakat pasca pemidanaannya.

Heru Widodo juga menjelaskan mekanisme proses di PTUN, Bawaslu sampai dengan MK dalam penanganan sengketa Pemilu. Dirinya juga menambahkan dan mengingatkan bahwa jikalau seseorang dalam hal ini caleg atau anggota partai politik yang sedang dalam hal sengketa, maka orang tersebut juga harus mendapatkan dukungan dari partai politik dimana orang tersebut berasal.

“Closing statement dari saya, banyak hal yang harus diketahui oleh rekan Advokat ketika kita mengadvokasi suatu perkara, mengenai proses hukum bisa mengetahui materi hukum mengenai sengketa Pemilu. Namun Advokat juga bisa mencari celah dalam mengambil strategi penanganan hukum yang sedang ada di dalam kasus sengketa Pemilu,” pungkas Heru Widodo.

Melalui acara webinar ini, diharapkan para Advokat bisa mengetahui bagaimana menangani kasus mengenai sengketa di Pemilu, sehingga dalam penanganan nya sesuai dengan jalur Administrasi yang ditetapkan dan sesuai dengan regulasi undang-undang Pemilu. (JN).

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *