JAKARTA | JacindoNews.com – KPK menetapkan Bupati Bekasi Ade Kuswara (ADK) dan ayahnya ayahnya, HM Kunang (HMK) sebagai tersangka. Ayah dan anak itu diduga menerima uang ijon proyek dari pihak swasta berinisial SRJ.
“KPK menetapkan 3 orang tersangka, yakni saudara ADK, Bupati Kabupaten Bekasi periode 2025 sampai dengan sekarang, saudara HMK, Kepala Desa Sukadami, Kecamatan Cikarang Selatan, sekaligus juga ayah dari Bupati, dan saudara SRJ selaku pihak swasta,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers di KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (20/12/2025).
KPK menahan para tersangka. Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan sejak 20 Desember.
“Atas perbuatan saudara ADK terhadap pihak penerima HMK selalu pihak penerima disangkakan pasal 12 huruf H atau pasal 11 dan pasal 12 B UU Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP serta pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13,” katanya.
“Saudara SRJ selaku pihak pemberi disangkakan 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 tindak pidana korupsi,” tutur dia.
Asep mengatakan Ade dan Kunang diduga menerima uang ijon dari SRJ senilai Rp 9,5 miliar. Asep menyebut uang tersebut sebagai uang muka jaminan proyek pada tahun mendatang.
“Jadi setelah dilantik pada akhir tahun lalu, akhir tahun 2024 saudara ADK ini kemudian menjalin komunikasi dengan saudara SRJ karena SRJ kontraktor yang biasa melaksanakan proyek-proyek di Kabupaten Bekasi, setelah itu karena ini juga belum ada untuk uangnya, maka proyek-proyek nanti yang akan ada di 2026 dan seterusnya dan sudah dikomunikasikan dengan saudara SRJ dan sering meminta sejumlah uang padahal proyeknya sendiri belum ada,” ucap dia.
Ade dan Kunang menerima ijon itu sebanyak 4 kali. Uang diserahkan melalui perantara.
“Kemudian, total ijon yang diberikan oleh SRJ kepada ADK dan HMK mencapai Rp 9,5 miliar, pemberian uang dilakukan dalam 4 kali penyerahan kepada melalui para perantara,” katanya.
Terkait penangkapan tersebut, ketua umum FORMASI (Forum Aliansi Masyarakat Anti Korupsi) Jalih Pitoeng menyesalkan Korupsi terus terjadi pasca Reformasi.
“Kita sangat menyesalkan mengapa korupsi ini terus terjadi” ungkap Jalih Pitoeng, Sabtu (20/12/2025).
Selain itu Jalih Pitoeng juga menyesalkan dampak dari Amandemen UUD 1945 pasca Reformasi yang melahirkan banyak koruptor-koruptor baru akibat biaya politik tinggi dan kerusakan moral bangsa.
“Ini kan juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sebuah konsekwensi reformasi yang berujung pada amandemen UUD 1945 dimana sistem bernegara kita khususnya terkait pilkada yang melahirkan raja-raja kecil secara desentralistik dalam pengawasan dan pengendalian pembangunan” sambungnya.
“Coba anda bayangkan, korupsi terjadi secara sindikatif,” celetuknya.
“Bukan hanya eksekutif, tapi juga yudikatif bahkan legislatif yang seharusnya mengawasi jalannya pemerintahan terkait penggunaan anggaran bagi kepentingan rakyat,” katanya mengingatkan.
“Yang lebih gila lagi, anak, orang tua, istri atau sebaliknya suami serta kelompok atau golongan tertentu dari pejabat atau penyelenggara negara terlibat korupsi secara berjamaah,” sesalnya.
Ditanya awak media mengenai apa pendapatnya tentang metode yang ideal untuk pemberantasan korupsi, Jalih Pitoeng bilang hukuman mati dan Perampasan Aset bagi koruptor dan keluarganya sebagai efek jera sesuai dengan fungsi hukum.
“Bagaimana mungkin korupsi ini bisa berhenti, jika sanksinya hanya biasa-biasa saja bahkan hukumannya di discount,” sindirnya.
“Jadi hanya hukuman mati dan Perampasan aset sekaligus pencabutan hak politiknya,” jawabnya menegaskan.
“Tanpa itu, marilah kita cukup hanya bermimpi saja tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi,” tegas Jalih Pitoeng menutup ponsel nya.
Lebih lanjut, Asep mengatakan Ade juga mendapatkan penerimaan lainnya dari sejumlah pihak. Total uang itu sebanyak Rp 4,5 miliar.
“Selain aliran dana tersebut, sepanjang tahun 2025 ADK juga diduga mendapatkan penerimaan lainnya yang berasal dari sejumlah pihak sehingga totalnya 4,7 miliar,” pungkasnya.
