JAKARTA | Jacindonews – Beredar isu tentang bergulirnya wacana 3 priode akhir-akhir ini menjadi perhatian salah seorang advokat Ahmad Khozinudin.

“The King Of Lip Service bermakna Raja Pencitraan, Raja Manis di bibir, lambe lamis, tukang bohong, raja hoax, begitulah terjemahan bebas untuk memaknai istilah ini” ungkap Ahmad Khozinudin pada Jacindonews melalui pesan tertulisnya, Senin (28/06/2021)

“Ungkapan The King Of Lip Service tidak akan bermakna, manakala objek yang diseru secara faktual tidak pernah bohong, tidak pernah ingkar dan selalu amanah” sambungnya.

“Lain soal, jika ungkapan ini dilekatkan (di idofah kan) kepada Presiden Jokowi. Redaksi lengkapnya menjadi : Jokowi The King Of Lip Service. Maknanya, Jokowi Raja…, Raja…., Raja….dan seterusnya” lanjut advokat muda yang saat ini sedang menggugat Jokowi.

Selain itu Ahmad juga mengatakan bahwa kritik menggunakan ungkapan satir (sindiran) dalam ilmu lughot (bahasa) biasanya bermakna jika objek yang diseru memiliki sensitivitas tinggi akan bahasa, peka terhadap situasi, dan mengerti ungkapan dan makna yang ditunjuk. Namun, satir akan menjadi bahasa tak bermakna jika disampaikan pada orang bebal, tuli, membutakan mata hati dan pikirannya.

Masih menurut Ahmad bahwa hari ini, ungkapan satir Jokowi The King Of Lip Service disampaikan oleh BEM UI melalui sebuah poster yang diunggah di akun Twitter resminya. Jelas, seruan satir ini ditujukan kepada Jokowi. Bagaimana sikap Presiden ?

Semua berpulang pada ada tidaknya sensitivitas presiden terhadap seni bahasa, peka terhadap situasi, dan mengerti ungkapan dan makna yang ditunjuk. Namun, satir akan menjadi bahasa tak bermakna jika Presiden Jokowi bebal, tuli, membutakan mata hati dan pikirannya.

Terhadap satir ini, Presiden Jokowi tak mengeluarkan respons. Namun, jubir Presiden Fajroel Rahman menanggapinya dengan segera melempar tanggung jawab kepada pimpinan UI.

“Buntutnya, UI memanggil BEM dengan segera dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Hari Minggu, hari libur ngampus, BEM UI dipanggil Jam 15.00. Dalihnya, pembinaan mahasiswa. Pembinaan atau pembinasaan ?,” Ahmad balik bertanya.

Kebebasan akademik dan berpendapat tak boleh dikebiri. Apapun yang menjadi dalih, pemanggilan mahasiswa atas aktivitas berpendapat bukanlah karakter sivitas akademika. Kecuali, sivitas akademika telah berubah menjadi corong penguasa.

Kekuasaan tak boleh memasuki ruang suci, yakni ruang intelektual dan akademis. Ilmu tidak boleh di intervensi oleh kekuasaan, biarlah ilmu melakukan dialektika sendiri untuk menemukan kebenaran.

Ahmad Khozinudin juga menaruh hormat sekaligus bangga terhadap kepekaan yang dimiliki oleh para mahasiswa.

“Selamat kepada BEM UI, meski hanya unggahan poster namun substansi kritikan yang disampaikan sangat bermakna bagi nilai perjuangan. Semoga, mahasiswa dari kampus lainnya segera menyusul, kembali mengaktifkan nalar intelektual untuk menggergaji tirani kekuasaan” ungkap Ahmad mengapresiasi BEM UI.

“Panjang umur perjuangan, setiap posisi yang kosong selalu digantikan oleh pejuang lainnya. Tak ada yang meninggalkan jalan ini, semua saling mengisi untuk bersinergi demi kemaslahatan anak negeri” pungkas Ahmad Khozinudin. (MJ/JN).

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *