JAKARTA | Jacindonews – Praktisi hukum yang juga Ketua Bidang Hukum & Advokasi DPP Partai Ummat, Djuju Purwatoro, menyambut positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan judicial review (JR) terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020.
“Perppu ini adalah Perppu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan” ungkap Djuju Purwantoro melalui keterangan Pers nya, Sabtu (30/10/2021)
“Uji materi yang dikabulkan MK terhadap Perppu yang telah disahkan DPR menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanganan Pandemi Covid-19 itu di antaranya uji materi terhadap pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Lampiran UU 2 Nomor 2020 yang berkaitan dengan imunitas atau kekebalan pemerintah” lanjut Djuju.
Dalam putusannya, Jumat (29/10/2021), majelis hakim MK menyatakan, bila status pandemi Covid-19 masih berlaku atau dilanjutkan sampai akhir tahun kedua (akhir 2021), maka anggaran Covid harus dengan persetujuan DPR-RI dan pertimbangan DPD.
Sementara tentang pasal kebal hukum, yaitu pasal 27 ayat (1), (2), dan (3) lampiran UU 2 Tahun 2020, MK memutuskannya sebagai kebijakan yang inkonstitusional, karena frasa “bukan kerugian negara” pada pasal 27 ayat (1), dapat bertentangan dengan pasal lain dalam UU Tipikor.
Selain itu, terkait pasal 27 ayat (1), MK memutuskan bahwa pejabat pemerintah yang melakukan itikad tidak baik dan merugikan negara (korupsi), termasuk sebagai subjek hukum yang kini bisa digugat sebagai koruptor.
“Jadi, sekarang Pemerintah tidak lagi kebal hukum dan bisa digugat jika terindikasi menggunakan dana untuk penanganan Covid-19 secara ugal-ugalan,” kata Djuju menegaskan.
Menurut dia, selama ini, dengan menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 pada Mei 2020 oleh DPR, menampakkan adanya ‘upaya peyelundupan hukum’ (terselubung) atas pasal-pasal yang dibatalkan tersebut, sehingga sangat menciderai rasa keadilan masyarat.
“Segala aturan pemerintah tentang Prokes dengan alasan pencegahan Covid-19, berpotensi penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dan korupsi, karena menggunakan anggaran negara yang besar (triliunan). Faktanya, sebagian besar rakyat terdampak justru terbebani dengan biaya hidup (sosial ekonomi), yang mestinya jadi tanggung jawab pemerintah,” papar Djuju.
Uji materi terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2020 diajukan oleh Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA), serta Pemohon perorangan yaitu Desiana Samosir, Muhammad Maulana, dan Syamsuddin Alimsyah, dan diregistrasi sebagai perkara bernomor permohonan 37/PUU-XVIII/2020.
Diketahui sejak Perppu itu terekspos media hingga disahkan menjadi UU, ini menuai kontroversi karena bukan saja memberi kewenangan tak terbatas kepada pemerintah dalam menggunakan APBN dengan dalih penanganan Covid, namun juga mengamputasi fungsi budgeting DPR dan berpotensi membuka peluang penyalahgunaan APBN dengan dalih penanganan Covid-19. Maka tak heran kalau Perppu itu digugat ke MK. (LI)